JAKARTA – Indonesia berkeinginan untuk mewujudkan terbangunnya sejumlah industri hilir batu bara skala komersial pada 2030 dengan kapasitas total 37,6 juta ton. Hal ini seiring dengan pertumbuhan konsumsi batu bara domestik yang relatif lambat, tidak sebanding dengan laju pertumbuhan produksi perusahaan pertambangan batu bara nasional.

Produksi batu bara nasional juga masih berorientasi ekspor dan cenderung berperan sebagai komoditas untuk penerimaan negara sehingga berisiko terhadap fluktuasi harga dan dampak perubahan pasar global.

“Sekitar 80% PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) subsektor minerba (mineral dan batu bara) berasal dari industri pertambangan batubara, demikian juga halnya PDRB beberapa daerah penghasil batu bara masih sangat dominan mengandalkan industri pertambangan batu bara,” ungkap Sudjatmiko, Direktur Pembinaan Pengusahaan Batu bara Kementerian ESDM, dalam diskusi virtual Selasa(13/10).

Sudjatmiko menjelaskan, saat ini sekitar 50,3% sumber energi listrik PT PLN (Persero) berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara (energi fosil termurah). Tuntutan untuk menurunkan global warming dan isu lingkungan terhadap penggunaan batu bara untuk PLTU terus meningkat disamping masih lambatnya pembangunan sumber energi terbarukan.

“Jumlah PLTU batu bara nasional relatif kecil sekitar 1,62 % dari total PLTU di dunia dan masih relatif baru jika dibandingkan negara Eropa yang sudah mulai meninggalkan batu bara ke renewable energy,” ujar Sudjatmiko.

Distribusi kualitas batu bara Indonesia didominasi oleh batu bara kalori menengah (59%) dan batu bara kalori rendah (31%). Batu bara tersebut memiliki prospek untuk dilakukan peningkatan nilai tambah (hilirisasi) melalui amanat pengembangan dan/atau pemanfaatan.

Lebih lanjut Sudjatmiko menambahkan, upaya konservasi batu bara dalam rangka kaidah teknik pertambangan yang baik (good mining practice) perlu dilakukan untuk mendukung jaminan ketersediaan batu bara domestik (DMO) utamanya PLTU, industri tekstil, semen, smelter, dan lainnya.

Potensi batu bara sebagai bahan baku industri turunan (hilirisasi) antara lain menjadi DME, Syngas, semi-kokas, diharapkan dapat membantu defisit transaksi berjalan serta mendukung era industrialisasi untuk visi Indonesia Maju 2045.

“Pengutamaan kepentingan dalam negeri salah satunya melalui optimalisasi pemanfaatan batu bara kualitas rendah dan upaya hilirisasi, diharapkan menjadi paradigma baru industri pertambangan batu bara nasional di masa yang akan datang,” tandas Sudjatmiko.(RA)