JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mengusulkan agar pemerintah menghentikan impor solar yang masih dilakukan badan usaha lain. Sebagai gantinya badan usaha bisa membeli solar yang diproduksi kilang domestik. Saat ini stok solar Pertamina kondisinya berlebih sebagai dampak penurunan konsumsi sehingga akibat pandemi Covid-19.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina,  mengatakan stok BBM jenis bensin dan solar yang rata-rata 18-22 hari dalam kondisi normal, kini melonjak menjadi sekitar 30 hari. Rincinya, stok bensin sebesar 1,48 juta kiloliter (KL) atau cukup untuk stock 35 hari dan solar 2,1 juta KL atau 33 hari.

Pertamina sudah tidak lagi mengimpor solar sejak Maret 2020. Sementara badan usaha lain masih mengimpor solar. Permintaan agar tidak ada lagi impor solar sudah disampaikan kepada pemerintah.

“Kami sudah berkirim surat kepada Menteri ESDM. Kami usulkan agar pemerintah setop keran impor solar dan prioritaskan beli (solar) dari Pertamina, dan direspon positif,” kata Nicke, Selasa (21/4).

Untuk bisa memuluskan upaya peningkatan konsumsi solar dalam negeri  berbagai strategi disiapkan bagi para pelanggan industri dan korporat guna menurunkan stok. Pertamina menawarkan pembayaran secara kredit bagi konsumen yang mau membeli BBM hingga tangki penyimpanannya penuh. Tak hanya itu, Pertamina juga bersedia memberikan potongan harga.

“Kami mencoba dorong ke storage konsumen dengan memberikan kredit dan diskon,” ujarnya.

Berdasarkan data Pertamina penurunan penjualan BBM terjadi sejak Maret. Penjualan rata-rata harian BBM solar turun hingga 9,11% untuk solar dibandingkan rata-rata harian di Januari dan Februari lalu. Rincinya, penjualan solar hanya 37,55 ribu KL dari normalnya 41,31 ribu KL.

Penurunan penjualan juga terjadi untuk pelanggan korporat. Menurut Nicke, penjualan rata-rata harian BBM industri tercatat turun 2% menjadi 32,81 ribu KL dibandingkan ratar-rata harian Januari dan Februari sebesar 33,48 ribu KL.

Merespon kondisi rendahnya konsumsi BBM termasuk solar ini, Pertamina sudah mulai menurunkan kapasitas produksi kilang perseroan. Volume minyak mentah yang diolah di kilang dalam negeri pada Mei nanti direncanakan turun 30-40%. “Jadi awalnya 4,76 juta KL per bulan diturunkan menjadi 2,7 juta KL per bulan,” kata Nicke.

Sejalan, produk yang dihasilkan dari kilang pun juga berkurang. Produksi Premium dari awalnya 687 ribu KL per bulan akan diturunkan menjadi 532 ribu KL, Pertamax dari 658 ribu KL per bulan menjadi 477 ribu KL per bulan, Avtur dari 489 ribu KL menjadi 165 ribu KL, dan Solar dari 1,73 juta KL menjadi hanya 975 ribu KL.

Salah satu pengurangan operasional kilang adalah Kilang Balikpapan. April ini, kapasitas Kilang Balikpapan mulai diturunkan secara bertahap dan akan berhenti penuh pada awal Mei nanti.

Selama kilang berhenti operasi, lanjut Nicke, Pertamina akan melakukan perawatan kilang, salah satunya memperbarui peralatan kilang. “Jadi reability kilang meningkat dan tidak ada unplanned shutdown ke depan, dan juga akan turunkan biaya kilang,” katanya.

Lifting atau produksi minyak mentah siap jual dari produsen migas dalam negeri juga akan disesuaikan dari semula setiap satu bulan sekali menjadi toga bulan sekali. Nantinya minyak disimpan dalam tangki penyimpanan milik produsen terlebih dahulu.

“Jadi kami izin lifting tiga bulan sekali, tunggu sampai penuh supaya pengangkutan dan penyimpanan bisa kami atur agar optimal terutilisasi,” kata Nicke.(RI)