Marwan Batubara.

Marwan Batubara.

JAKARTA –  Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai, pihak Total E&P Indonesie berusaha mendikte Pemerintah Indonesia, lewat pernyataan para eksekutifnya terkait perpanjangan kontrak Blok Mahakam, sepanjang pertengahan Juli 2013 ini.  

Pernyataan yang dinilai Marwan mendikte itu, diantaranya yang disampaikan Senior VP Total E&P, Jean-Marie Guillermou pada 12 Juli 2017. Saat itu, jean-Marie Guillermou mengungkapkan, bersedia mengalokasikan hak partisipasi 30 persen kepada Pertamina selama masa trasnsisi 2017-2022, guna mempertahankan tingkat produksi di Blok Mahakam.

Selanjutnya, kata Marwan, pada 18 Juli 2017, VP Human Resources Total, Arividya Noviyanto menyatakan ”kalau 2014 Blok Mahakam belum diputuskan, 2015 mau tak mau kita turunkan investasinya”. Ditambahkan, “apabila tidak ada kepastian masa depan Blok Mahakam,  maka ada proyek-proyek yang tidak dapat kami kerjakan”.

“Kami menghadapi beberapa proyek yang sudah tidak bisa kita lakukan, karena kita memiliki beberapa proyek, dimana prediksi tiba setelah 2017”, kata Elisabeth Proust, Presiden Total E&P Indonesie pada 18 Juli 2013, seperti dikutip Marwan Batubara.

“Jadi ini tidak mungkin untuk melakukan itu sekarang. Dan masalah ini tentu saja akan lebih dan lebih sulit untuk menangani. Dan untuk mempertahankannya. Sehingga kita perlu kejelasan periode setelah 2017,” kata Elisabeth Proust seperti dikutip kembali oleh Marwa pada Rabu, 24 Juli 2013.

Menurut Marwan, pernyataan-pernyataan yang mendikte dan terkesan mengancam tersebut, perlu ditanggapi pemerintah dengan tegas. Pemerintah harus menunjukkan bahwa Indonesia negara berdaulat, yang bebas dari intervensi dan tekanan.

“Indonesia berdaulat penuh atas sumberdaya alam yang dimilikinya, untuk digunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karena itu IRESS kembali mendesak pemerintah untuk segera menyatakan bahwa sejak 1 April 2017 Blok Mahakam akan dikelola secara penuh oleh Pertamina,” ujar Marwan.

Jaminan Percepatan Depresiasi

Marwan juga mengingatkan, pada 17 Februari 2013, emerintah melalui Dirjen Migas Edi Hermantoro menyatakan, untuk menjamin tingkat produksi yang stabil, Total siap melakukan investasi meskipun perpanjangan kontrak belum diputuskan.

Untuk itu, Dirjen Migas telah mengambil kebijakan berupa pemberian jaminan pengembalian investasi Total melalui percepatan pembayaran depresiasi aset yang tidak akan melebihi tahun 2017. Edi memastikan sudah mendapat konfirmasi dan komitmen dari Total atas kebijakan tersebut!

Menurut Marwan, pada 17 Februari 2013, Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana juga mengatakan, investasi yang terus dilakukan oleh Total bukan karena pemerintah sudah memperpanjang kontraknya, tapi karena SKK Migas minta agar Total terus memenuhi komitmen investasinya agar produksi migas dari Blok Mahakam tidak turun.

Pernyataan Gde ini, menurut hemat Marwan, sejalan dengan penjelasan Dirjen Migas di atas bahwa Total telah diberi jaminan memperoleh percepatan depresiasi, untuk setiap investasi yang dilakukannya, yang akan dibayar kembali sebelum 2017.

“Namun ternyata sikap Total berbeda. Kesiapannya menginvestasikan US$ 7,3 miliar sebelum 2017 diiringi dengan persyaratan,” ucap Marwan menganalisa.

Mantan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI juga mengutip pernyataan Jean-Marie lainnya, yang mengatakan jumlah dana yang diinvestasikan di Blok Mahakam cukup besar. Untuk itu Total butuh perkiraan apa yang akan terjadi pada Blok Mahakam dan investasi Total setelah 2017, karena pengembalian investasi ini baru bisa diperoleh setelah 2017.

“Bagaimana kami harus menjelaskan kepada stakeholders kami bahwa kami akan berinvestasi dimana di masa depan kami justru tidak terlibat,” tutur Jean-Marie pada 12 Juli 2013 seperti dikutip Marwan.

“Pernyataan Total meminta pertimbangan atas “terlampauinya pengembalian investasi setelah 2017 dan kesulitan pertanggungjawaban pada stakeholders” ini, jelas bertentangan dengan penjelasan Dirjen Migas tentang kesepakatan jaminan percepatan divestasi,” kata Marwan lagi.  

Hal ini, tukasnya, menunjukkan bahwa Total melanggar kesepakatan (jika benar ada) yang dibuat bersama Ditjen Migas dan SKK Migas sebelumnya (pada 17 Februari 2013). “Karena sangat bernafsu untuk tetap menguasai Blok Mahakam, Total menekan pemerintah dan melanggar kesepakatan yang dibuat sebelumnya,” ucap Marwan lagi.

Atas pelecehan dan tekanan tersebut, lanjutnya, IRESS kembali menuntut pemerintah untuk bersikap tegas. Hal ini perlu, ujarnya, demi menghapus keraguan publik bahwa kebijakan percepatan depresiasi hanyalah akal-akalan yang dirancang untuk mendukung keinginan Total.

“Jangan-jangan konsep “percepatan depresiasi” memang benar bagian dari skenario tersebut. Rakyat pasti prihatin jika pemerintah tidak sadar atas pelecehan ini. Apalagi jika sampai ada oknum-oknum pemerintah yang justru terlibat aktif merekayasa skenario guna mendukung Total,” tukas Marwan lagi.

(Abdul Hamid / duniaenergi@yahoo.co.id)