JAKARTA – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dinilai harus melalui konsultasi dengan DPR. Djarot S Whisnubroto, Peneliti Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), mengatakan hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1997.

“Kalau mau serius, semestinya ada mekanismenya. Pertama, ada keputusan pemerintah untuk membangun, kemudian, menurut UU No 10 tahun 1997 maka pembangunan PLTN, meskipun bahan bakarnya sebagian besar dari thorium, harus dikonsultasikan dengan DPR,” kata Djarot, yang juga mantan Kepala BATAN, kepada Dunia Energi, Rabu (16/10).

Sebagai informasi, Thorcon International, Independent Power Producer (IPP), telah menyatakan keseriusan kepada pemerintah untuk melakukan investasi sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp17 triliun untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) berkapasitas 500 megawatt (MW) di Indonesia.

Thorcon International Pte, Ltd., perusahaan energi nuklir asal Amerika Serikat, telah bekerjasama dengan PT PAL Indonesia untuk pengembangan dan pembuatan komponen Thorium Molten Salt Reactor 500MW (TMSR500) Power Plant atau reaktor PLTT dan Test Bed Platform.

“Yang juga krusial adalah izin lokasi, izin pembangunan dan izin operasi harus didapat dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten),” tandas Djarot.(RA)