JAKARTA – Teknologi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dapat mengurangi emisi CO2 yang signifikan dan hemat bahan bakar, yaitu teknologi superkritikal (Ultra Super Critical/USC) saat ini sudah banyak digunakan. Hal ini sebagai upaya memperkecil dampak lingkungan akibat pembakaran batu bara untuk pembangkit.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia, pembangkit listrik dengan teknologi superkritikal dapat meningkatkan efisiensi sehingga biaya bahan bakar berkurang dan beban emisi menurun.

“Ke depan, penggunaan batu bara yang lebih ramah lingkungan akan terus dikembangkan. Terlebih karena batu bara memiliki sifat amenability atau mudah beradaptasi dengan teknologi yang lebih maju,” kata Hendra Sinadia, Deputi Direktur Ekskutif Asosiasi Pertambangann Batu Bara Indonesia(APBI) kepada Dunia Energi, Jumat(30/9).

PLTU Pangkalan Susu Unit 1 dan 2 yang sudah dibangun lebih dulu.

Pada program 35 ribu megawatt (MW), rencana PLTU  Ultra Super Critical yang siap dibangun adalah Jawa I atau lebih dikenal sebagai PLTU Cirebon ekspansi berkapasitas 1.000 MW. Selain itu, PLTU Tanjung Jati Ekspansi 2×1.000 MW, PLTU Jarang 2 x 1.000 MW, dan PLTU Cilacap Ekspansi 1x 1.000 MW.

Salah satu produsen listrik swasta (independent power producer/IPP), PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) menggandeng konsultan lingkungan yang berpengalaman, untuk terus melakukan monitor secara berkala terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi akibat pembangunan konstruksi proyek PLTU Batang, Jawa Tengah berkapasitas 2 x 1.000 MW. PLTU tersebut akan menggunakan teknologi USC terkini yang lebih ramah lingkungan dan efisien.

Takashi Irie, Presiden Direktur BPI, dalam keterangan resminya, mengatakan pemantauan berkala dilakukan untuk mengontrol dan mengantisipasi berbagai dampak lingkungan. Dengan adanya kegiatan survei lingkungan, proses konstruksi dapat berjalan sesuai rencana dan selesai sesuai dengan harapan.

Bhimasena Power Indonesia merupakan konsorsium Electric Power Development Co., Ltd. (J-Power), Itochu Corporation (Itochu) dan PT Adaro Power, yang seluruhnya dimiliki PT Adaro Energy.

PLTU Batang 2 x 1.000 MW merupakan proyek infrastruktur pertama kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dengan menerapkan skema Build, Own, Operate, Transfer (BOOT). Proyek ini menjadi bagian dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.

“Teknologi USC jelas bisa mengurangi emisi CO2 secara signifikan. Ini adalah teknologi yang paling cutting edge. Pak Jusuf Kalla berkata bahwa emisi batubara bisa juga dikurangi lagi dengan menggiatkan PLTU mulut tambang,” tandas Hendra.(RA)