JAKARTA – Pemerintah diharapkan lebih responsif dalam menanggapi penurunan harga minyak dunia. Pasalnya, sektor hulu migas akan sangat terpukul jika rendahnya harga minyak dunia berlangsung lama. Sambil menunggu perubahan dan dinamika yang terjadi, pemerintah bisa memanfaatkan dengan menyiapkan paket kebijakan khusus agar industri migas tetap berjalan.

John H Simamora, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI), mengungkapkan dalam kondisi harga minyak rendah pasti pelaku usaha akan selektif dalam mengerjalan proyek. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki kepentingan dalam menjaga target lifting migas nasional yang sama-sama sudah disepakati dalam Work Plan and Budget (WP&B).

Jika kondisi harga minyak rendah berlangsung lama maka pelaku migas akan berhitung apakah suatu project ekonomis atau tidak. “Waktu dikasih (disetujui proyek), keekonomian harganya dipatok sekian, pertanyaannya apakah nanti diteruskan atau dipotong ditengah. Sebenarnya nggak perlu strategi tapi kebijakan pemerintah bagaimana, tetap membuat industri jalan? Kalau saya bilang kalau berlangsung terus mau gak mau pemerintah harus buat paket kebijakan biar menarik,” kata John ditemui disela diskusi iklim investasi migas yang digelar IATMI di Jakarta, Rabu (11/3).

Menurut John, pemerintah memiliki banyak instrumen untuk mewujudkan adanya paket kebijakan khusus untuk hulu migas di masa-masa seperti ini. Misalnya, dari sisi perpajakan atau bagian pemerintah dalam bagi hasil migas. Tapi dia mengakui memang tidak hanya sektor migas yang dilihat pemerintah.

Di situlah diskusi harus dilakukan ditetapkan mana yang jadi prioritas. Apabila tidak ada stimulus apapun maka yang akan terdampak ujung-ujungnya adalah lifting migas nasional juga. Artinya negara juga yang akan terdampak.

Dia mencontohkan ketika perusahaan mau melakukan kegiatan pengeboran maka telah memiliki asumsi yang disepakati bersama termasuk harga minyak, jika realisasi dibawah asumsi seperti kondisi sekarang dimana harga minyak turun Internal Rate of Return (IRR) atau pengembalian investasi jadi terlalu kecil. Tentu secara natural perusahaan akan memilih untuk menunggu.

“Nah, dampak ini bergulir ke lifting nasional. Pemerintah memang harus membuat sesuatu lah, minimal untuk antisipasi,” ujar  John.

Marjolijn Wajong, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), menambahkan dampak dari anjloknya harga minyak dunia pada 2015 masih terasa sampai sekarang dan industri migas Indonesia belum pulih seutuhnya. Dengan adanya kondisi harga minyak kembali rendah, maka industri akan semakin terpukul.

IPA,  kata dia, akan menggelar pertemuan dengan pemerintah untuk segera membahas penurunan harga minyak dunia serta langkah apa yang bisa disepakati serta usulan-usulan insentif kepada pemerintah. “Itu akan kami bicarakan dengan pemerintah,” kata dia.

Sambil menunggu saat ini perusahaan yang beroperasi di Indonesia, kata Marjolijn, akan semakin mengetatkan ikat pinggang guna meningkatkan efisiensi. Dia juga menegaskan pemilihan pembiayaan pekerjaan akan sangat selektif.

“Kami sekarang ini berhati-hati sambil lihat, kita tidak tahu berapa lama (harga minyak rendah), jadi kita hati-hati pengeluaran mana yang benar-benar, tapi yang udah komitmen tetap kita lakukan tapi berhati-hati, kita lagi kerja sama mau diapain nih, sama pemerintah,” kata Marjolijn.(RI)