JAKARTA – PT PLN (Persero) menegaskan pengadaan proyek pembangkit listrik tidak boleh melibatkan pihak ketiga, termasuk anggota DPR. DPR bisa terlibat dalam proyek apabila terjadi masalah yang melibatkan kepentingan masyarakat.

“Kalau ada laporan masyarakat atau proyek yang tidak jalan-jalan, baru DPR secara aktif mungkin bisa masuk,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PLN, di kantor pusat PLN Jakarta, Senin (16/7).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini masih melakukan berbagai penyelidikan menyusul tertangkapnya Eni Maulani Saragih, Wakil Ketua Komisi VII DPR, yang terlibat dugaan suap proyek PLTU Riau 1.

KPK sebelumnya juga telah menggeledah kediaman Sofyan Basir di Jakarta pada Minggu (15/7). Selain rumah, kantor Sofyan juga disambangi KPK pada Senin.

Proyek PLTU Riau 1 merupakan bagian dari proyek 35 ribu megawatt (MW) yang digarap anak usaha PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan PT PLN Batubara bekerja sama dengan konsorsium PT Samantaka Batubara anak usaha dari Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co., Ltd. (CHEC).

PT Samantaka Batubara bersama dengan PT PLN Batubara bertugas mengamankan pasokan batu bara PLTU Riau 1. Huadian bertugas untuk mendapatkan jaminan pendanaan serta pengadaan peralatan.

Sofyan menegaskan pemilihan konsorsium sebagai mitra pembangunan bukan dilakukan kantor pusat, melainkan oleh anak usaha.

“PJB (pilih konsorsium), namun ada persyaratannya dari induk,” kata dia.

PLTU Riau 1 berkapasitas 2×300 MW yang direncakan akan beroperasi pada 2023. Kasus dugaan suap diharapkan tidak akan mengganggu target proyek 35 ribu MW.

“Proyek 35 ribu MW sudah selesai 23 ribu, direncanakan selesai 2023. Ada waktu 4-5 tahun,” ungkap Sofyan.

Dia menambahkan, jika proyek tersebut atau ada kajian ulang karena terganjal masalah hukum, maka PLN bisa mengulang kembali pengadaan dengan proses cepat.

“Kalaupun ini gagal, bisa ulang progress cepat. Ini kan anak perusahaan juga yang terlibat dengan partner private lain,” tandas Sofyan.(RI)