JAKARTA – Hingga Juli 2021 PT PLN (Persero) menyatakan program co-firing di 18 lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) telah memproduksi energi listrik sebesar 85.015 Megawatt per hours (MWh) atau setara 291,1 MW.

Program co-firing merupakan salah satu program strategis PLN dalam meningkatkan bauran energi baru terbarukan 23 persen pada 2025, melalui pemanfaatan biomassa hutan tanaman energi, pelet sampah, dan limbah perkebunan atau pertanian sebagai subtitusi sebagian bahan bakar batu bara di PLTU. Implementasi co-firing juga menjadi upaya PLN melakukan transformasi dengan mendorong penggunaan energi rendah karbon yang ramah lingkungan.

Agung Murdifi, Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, mengatakan implementasi program co-firing sudah dilakukan sejak 2020. “Produksi energi biomassa hingga Juli 2021 sebesar 85.015 MWh dan pemakaian biomassa sebanyak 95.589 ton,” kata Agung, Selasa (7/9).

Agung mengatakan implementasi co-firing yang dilakukan di PLTU tidak hanya mengurangi emisi karbon, tetapi juga mendorong efisiensi dari operasional pembangkit. Adapun, daya pembangkit co-firing di 52 lokasi PLTU setara dengan 2.000 megawatt (MW). Implementasi co-firing di beberapa PLTU sudah mereduksi emisi karbon. Misalnya, PLTU Sanggau, mereduksi emisi karbon sebesar 9,5 persen dari yang sebelumnya 10,2 persen. Selain itu, PLTU Belitung yang sebelumnya mereduksi emisi karbon sebesar 19,1 persen menjadi 17,9 persen.

Selain dua PLTU tersebut, PLN juga mengembangkan co-firing di PLTU Paiton berkapasitas 2×400 MW menggunakan olahan serbuk kayu, PLTU Ketapang berkapasitas 2×10 MW dan PLTU Tembilahan berkapasitas 2×7 MW menggunakan olahan cangkang sawit.

“Untuk menyukseskan co-firing, PLN memerlukan sinergi dengan BUMN dan pemasok lainnya. Saat ini, PLN telah bersinergi dengan Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara dan PT Sang Hyang Seri (Persero),” kata Agung.

Kerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut meliputi kolaborasi dalam rangka penyedia biomassa baik hutan tanaman energi maupun pelet sampah, guna menjamin kesiapan rantai pasok serta kesediaan biomassa jangka panjang.

PLN juga mendorong kemungkinan berdirinya industri biomassa melalui pengembangan hutan tanaman energi termasuk pemanfaatan lahan kering, serta pemanfaatan sampah. PLN optimistis produksi penambahan biomassa sebagai bahan bakar pengganti batu bara di 52 PLTU dapat mencapai 10.601 GWh pada 2025.

“Untuk memenuhi pasokan biomassa, PLN telah berkoordinasi dengan BUMN, Pemda, dan swasta untuk memastikan kesiapan rantai pasokan biomassa dan kesiapan terkain volume dan harga,” kata Agung.(RA)