JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pemerintah akan menerbitkan regulasi yang mengatur secara khusus tahapan penghentian operasi (phasing out) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbagan bakar batu bara. Kebijakan itu diambil dalam rangka mencapai target Net Zero Emission pada 2060.

Jisman P Hutajulu, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, menjelaskan tahun ini akan mulai dibuat Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi dasar hukum penghentian operasi PLTU. Mempensiunkan PLTU sendiri menurut pemerintah jadi kunci penting untuk mencapai target Net Zero Emission.

“Kami sedang susun Perpres phasing out PLTU, karena muara dari Net Zero Emission itu kurangi PLTU,” kata Jisman dalam The 10th Indonesia EBTKE Connex, baru-baru ini.

Pemerintah menggodok regulasi tersebut di internal Kementerian ESDM untuk selanjutnya akan dikaji juga di Kementerian Koordinator Maritim dan Investasinya.

“Jadi belum bisa secara detail menyampaikan seperti apa pengaturan phasing out PLTU di peraturan ini,” jelas Jisman.

Payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Perpres dibutuhkan agar phasing out PLTU dapat dilaksnakan oleh badan usaha dan berkesinambungan hingga selesai. Rencana penghentian operasi PLTU ini tidak hanya berlaku untuk PLTU di bawah PT PLN (Persero), tetapi juga yang berada di luar wilayah usaha PLN dan untuk kepentingan sendiri. Usia PLTU PLN dibatasi maksimal 30 tahun dan milik produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) 25-30 tahun.

Jisman menuturkan pengentian operasi PLTI akan dimulai pada 2031 untuk PLTU subcritical tahap pertama. Pada saat itu, kapasitas PLTU direncanakan sebesar 42-43 gigawatt (GW) dibandingkan jika pensiun alami 47 GW. Selanjutnya, pada 2036-2040, dijadwalkan pensiun tahap kedua PLTU subcritical dan sebagian super critical di mana kapasitasnya turun menjadi 39-41 GW. Terakhir, pada 2051-2060, PLTU yang masih beroperasi ditargetkan tersisa kurang dari 1 GW.

“Pada 2040, akan mulai signifikan phase out-nya. Kemudian pada 2056, PLTU terakhir beroperasi, dan pada 2060, sudah Net Zero Emission,” ujar Jisman.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, skema phase out PLTU tersebut akan memberikan dampak finansial terhadap PLN. Jumlahnya juga tidak main-main yakni sekitar US$ 38 miliar. Pasalnya, berdasarkan revaluasi aset PLN pada akhir 2015, PLTU PLN yang telah beroperasi pada waktu itu diperpanjang 30-40 tahun sehingga pensiun alaminya baru terjadi 2040-2056.

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga sempat menyebutkan adanya rencana percepatan pensiun PLTU sebesar 9,2 GW sebelum 2030 untuk mengejar target Net Zero Emission. Sebanyak 5,5 GW PLTU akan dipensiunkan secara dini tanpa adanya penggantian dari pembangkit listrik energi terbarukan. Sisanya 3,7 GW akan pensiun dini dan diganti dengan pembangkit listrik energi terbarukan. Namun, rencana tersebut perlu dikaji lebih lanjut karena terdapat isu revaluasi aset PLN. (RI)