JAKARTA – PT PLN (Persero) dinilai tidak transparan terkait tagihan listrik masyarakat. Ini bisa dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat akan adanya lonjakan tiba-tiba tagihan listrik sehingga menjadi polemik. Selain merugikan masyarakat, kondisi tersebut memberikan kesan buruk kepada PLN dan pemerintah. Pasalnya meski tidak ada kenaikan tarif listrik, tagihan listrik masyarakat justru melonjak signifikan.

Rudi Mas’ud, anggota Komisi VII DPR, mengatakan kondisi yang sekarang terjadi adalah buntut dari kurangnya keterbukaan informasi serta strategi komunikasi PLN kepada masyarakat.

“Ini menunjukkan tata tertib dan keterbukaan PLN masih sangat kurang dalam melaksanakan, mensosialisasikan, apakah melalui media massa, medsos, sehingga di suasana pandemi ini menjadi seolah-olah PLN tidak lagi berada kepada masyarakat kecil. Jadi menurut saya tata tertib dan keterbukaan sangat kurang,” kata Rudi disela rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan PLN di Jakarta, Rabu (17/6).

Dalam dua bulan terakhir keluhan lonjakan tarif listrik terus disuarakan berbagai lapisan masyarakat, tidak hanya pelanggan ekonomi rendah namun juga kalangan ekonomi menengah. PLNĀ  berulangkali menyatakan bahwa kenaikan lonjakan tagihan akibat peningkatan konsumsi listrik masyarakat saat masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat masyarakat menghabiskan waktu sepanjang hari di rumah.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, mengatakan lonjakan tagihan terjadi karena mekanisme penagihan penggunaan rerata tiga bulan terakhir. Akibat kebijakan PSBB, PLN telah memutuskan pada periode April dan Mei tidak dilakukan pencatatan meter listrik pada rumah pelanggan dengan tujuan melindungi pelanggan dari risiko penularan virus karena proses pencatatan harus dilakukan dari rumah ke rumah.

“Selain itu, petugas catat meter juga tidak mencatat meter karena di beberapa tempat terhadap desa-desa atau kelurahan yang menutup total akses keluar masuk bagi yang bukan warga untuk menghindari penularan virus,” ungkap Zulkifli.

Pada tagihan Juni, saat PSBB mulai dilonggarkan sebagai upaya pemerintah untuk memulihkan aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat, PLN telah menggerakkan kembali aktivitas pencatatan meter ke rumah pelanggan. Pencatatan meter pada periode Mei secara aktual menghasilkan kenaikan yang relatif signifikan pada sebagian pelanggan. Kenaikan ini merupakan disebabkan konsumsi listrik pada pertengahan April hingga Juni yang meningkat signifikan.

Oleh karena itu, terjadi perbedaan realisasi konsumsi dengan penagihan menggunakan rerata tiga bulan sebagian besar realisasi lebih besar dari apa yang ditagihkan. “Selisih itu kemudian ditagihkan pada Juni saat PLN telah melakukan pencatatan real, baik melalui petugas catat meter ataupun laporan mandiri pelanggan melalui aplikasi WA (WhatsApp),” kata Zulkifli.

Ratna Juwita Sari, anggota Komisi VII DPR, mengatakan selama ini PLN selalu menjelaskan persoalan lonjakan tarif yang terjadi secara sepihak, masyarakat tetap menggung beban yang tidak sedikit. “PLN telah mendefinisikan problem ini secara sepihak, masyarakat dipaksa memahami definisi itu,” kata dia.

Menurut Ratna, seharusnya saat skema operasional berubah, pencatat meteran tidak datang disampaikan ke masyarakat dengan jelas. Skema pembayaran melalui cicilan yang ditawarkan PLN bukan jadi solusi terbaik untuk meredam keluhan masyarakat. Pasalnya, tidak sedikit masyarakat yang mengalami kenaikan tagihan ini bukan karena pemakaiannya. “Bahkan ada kantor yang sudah kosong tahun lalu, kemudian melonjak tagihannya,” kata Ratna.(RI)