JAKARTA – PT PLN (Persero) menandatangani Head of Agreement (HOA) penyediaan biomassa dan pengembangan industri biomassa untuk co-firing PLTU batu bara dengan PTPN Group dan Perhutani. Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN menyatakan sejauh ini, PLN menargetkan 52 lokasi co-firing PLTU tersebar di seluruh Indonesia. Untuk itu diperlukan pasokan biomassa yang tidak sedikit.

“Dibutuhkan pasokan biomassa sebesar 9 juta ton per tahun pada 2025 dan kedepannya yang diharapkan dapat dipenuhi dari Perhutani dan PTPN dari fasilitas yang posisinya terjangkau dari 52 lokasi tersebut,” ujar Zulkifli disela penandatanganan HOA, Jumat (16/7).

Nantinya Perhutani akan menyediakan woodchip dalam bentuk serbuk (sawdust), sementara PTPN memasok limbah perkebunan/tandan kosong segar. Dengan begitu, PLN sebagai pembeli, sementara Perhutani dan PTPN sebagai pemasok.

Menurut Zulkifli, kerja sama ini adalah hal yang baru bagi ketiga perusahaan, karenanya kami mengapresiasi kolaborasi dari Perhutani dan PTPN Group, serta berharap dukungan dari Kementerian BUMN dan pihak pemerintah untuk kesuksesan program co-firing ini terutama dari sisi kebijakan dan regulasi terkait penyediaan biomassa.

Mohammad Abdul Ghani, Direktur Utama PTPN Group, mengatakan biomassa merupakan salah satu program “Green Booster” untuk mendukung target bauran EBT Nasional. PTPN Group memiliki potensi biomassa berbasis komoditi perkebunan yang cukup besar antara lain Biomassa dari komoditi Kelapa Sawit, Karet dan Tebu yang dimiliki oleh PTPN I hingga PTPN XIV.

PTPN Group mengestimasikan dapat menyuplai 500 ribu ton tandan kosong segar kepada PLN dan angka tersebut dapat berkembang hingga 750 ribu ton tankos segar per tahun pada 2024 sesuai dengan RJPP PTPN Group.  “Diharapkan program ini akan menghasilkan penurunan emisi GRK dan berdampak pada kualitas udara di sekitar menjadi lebih baik,” ujar Ghani.

Menurut Ghani, co-firing biomassa dengan batubara menawarkan aspek positif bagi lingkungan. Co-firing biomassa akan mengurangi emisi karbondioksida, di samping itu biomassa juga mengandung sulfur yang jauh lebih sedikit daripada kebanyakan batu bara.  “Hal ini program co-firing juga akan mengurangi emisi sulfur dioksida yang cukup signifikan,” kata Ghani.

Wahyu Kuncoro, Direktur Utama Perhutani, menegaskan saat ini Perhutani memiliki sumber daya kawasan hutan seluas 2,4 juta Ha di pulau Jawa & Madura dan 1,3 juta Ha di luar Pulau Jawa yang dikelola oleh Anak Perusahaan dan dapat dikembangkan menjadi hutan tanaman energi. Adapun yang telah dikembangkan hutan tanaman energi seluas ±27 ribu Ha dari rencana seluas sekitar 70 ribu Ha.

“Ke depannya Perhutani juga akan menyiapkan industri biomassa berbasis tanaman hutan untuk menghasilkan produk wood pellet dan atau wood chip,” katanya.

Perhutani juga menyiapkan klaster tanaman energi seluas 70 ribu Ha dan rencana industri turunannya yaitu wood chip dan wood pellet sejak 2019, dan telah menjadi program dalam RJPP 2020-2024 karena peluang pasar luar negeri yang menjanjikan.

Pahala Nugraha Mansury, Wakil Menteri BUMN I, menyatakan Co-firing PLTU punya kontribusi besar dalam peningkatan bauran energi baru terbarukan (EBT)dan sudah jadi bagian dari ekosistem listrik kerakyatan. Dia mengingatkan perlunya supply chain atau rantai logistik yang efisien sehingga meningkatkan nilai keekonomian bagi ketiga BUMN.

“Sinergi tiga BUMN ini sangat penting dalam menjamin pasokan biomassa untuk program co-firing PLTU, serta memberi nilai tambah bagi bisnis Perhutani dan PTPN,” kata Pahala.(RI)