JAKARTA – PT PLN (Persero) masih memiliki pekerjaan rumah yang berat untuk mengejar target penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk tenaga listrik. Dalam realisasi penggunaan EBT 2019 kapasitas pembangkit terpasang EBT baru mencapai 7,8 Gigawatt (GW), bertambah sedikit menjadi 7,9 GW pada Juni 2020.

Padahal dalam skenario Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020 – 2024 target yang dipatok sebesar 12,8 GW. Kemudian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024 ditargetkan sebesar 16,3 GW sehingga masih ada selisih 3,5 GW dari RJPP. Lalu 2025 untuk mengejar bauran energi 23% harus terbangun 19,9 GW. Artinya dari RPJMN RUPTL 2024 ke 2025 masih ada selisih 3,6 GW yang harus dikejar.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, mengakui realisasi penggunaan EBT masih jauh dari target.

“RUPTL menargetkan 16,3 GW ada selisih 3,5 GW dan tahun 2025 pemerintah mengatakan ingin mencapai 23% EBT. Inilah angka-angkanya, ini tantangannya antara 2019 dan 2024 kita harus bangun 5 GW,” kata Zulkifli dalam diskusi virtual, Rabu (12/8).

Untuk itu beberapa inisiatif disiapkan selain tentu saja mengimplementasikan RJPP, meluncurkan Green Booster, serta membangun EBT berskala besar.

Beberapa program Green Booster PLN akan melakukan CoFiring Biomasa, dediselisasi, PLTS lahan Eks tambang, waduk multiguna, PLTA – REBID, PLTS Skala Besar, dan PLTP.

“Kami akan tingkatkan supply daripada listrik EBT dengan Co-Firing,” kata Zulkifli.

Kemudian dediselisasi yakni mengurangi pembangkit yang ketergantungan pada diesel. Seperti diketahui bahan bakar solar adalah komoditas fosil, pengadannya juga masih sebagian diimpor. PLN akan kurangi penggunaan PLTD. Selanjutnya adalah membangun PLTS dengan memanfaatkan lahan bekas tambang yang sudah ditinggalkan penambangnya. Kemudian waduk-waduk juga akan dimanfaatkan, selain irigasi juga untuk pembangkit listrik yang akan dikerjasamakan dengan Kementerian PUPR.

PLTS skala besar dengan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara 145 MW di Waduk Cirata dengan harga sangat baik US$ 5,8 sen per kWh,” jelasnya.

Pembangunan PLTS terapung akan dibatasi hanya 5% dari waduk, sehingga tidak semua dari waduk akan tertutup. Pemanfaatan waduk memiliki keunggulan khusus dari sisi lahan. Lantaran tidak perlu adanya pembebasan lahan.(RI)