JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) belakangan terus mendapatkan desakan menjalankan tugas pemerintah untuk segera merealisasikan program gasifikasi pembangkit listrik yakni mengganti pembangkit berbahan bakar BBM  dengan gas di 52 titik lokasi atau pembangkit listrik. Namun hingga kini baru ada satu lokasi yakni di Sorong yang terealisasi.

Manajemen mengaku untuk menjalankan program gasifikasi tidak mudah karena adanya beberapa tantangan.

Syahrial Mukhtar, Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, mengungkapkan salah satu tantangan yang dihadapi adalah kebutuhan gas di setiap pembangkit yang kecil belum lagi tidak semua pembangkit listrik PLN bisa mengakomodir langsung pendistribusian gas sehingga perlu dibangun fasilitas baru. Ini lah yang sangat mempengaruhi keekonomian setiap program gasifikasi di setiap pembangkit.

“Tantanganya volume kecil dan infrastruktur mahal apalagi kalau harus bangun jetty baru, peningkatan cost besar,” kata Syahrial  di Jakarta, baru-baru ini.

Untuk itu manajemen PGN mencoba untuk mengajukan keringanan kepada pemerintah agar proyek gasifikasi ini masuk secara keekonomian.

“Nanti kami akan diskusi dengan pemerintah solusinya bagaimana, apakah ada harga khusus LNG atau seperti apa. Tapi kami melakukan upaya dulu secara keekonomian harga LNG normal. Kami berharap harga gas bisa penuhi target dibawah harga HSD,” ungkap Syahrial.

Penugasan pelaksanaan penyediaan pasokan dan pembangunan infrastruktur LNG, serta konversi pennggunaan BBM dengan LNG dalam penyediaan tenaga listrik di 52 pembangkit listrik harus bisa selesai dalam jangka waktu dua tahun. Belakangan pemerintah mendata lokasi pembangkit bertambah menjadi 55 pembangkit yang bisa diganti BBM dengan gas.

Menurut Syahrial, untuk tahap I PGN akan mengerjakan gasifikasi 30 pembangkit. Setelah Sorong kini PGN sedang mempersiapkan gasifikasi di dua lokasi lainnya. “Di Sorong kan sudah, setelah ini di Nias lalu Tanjung Selor,” kata dia.

Syahrial menuturkan perusahaan juga akan melibatkan mitra yang diharapkan bisa mempercepat progress gasifikasi pembangkit listrik.

“Kami berpartner mengundang swasta yang juga mau berinvestasi membangun infrastruktur jadi gasifikasi bisa kita percepat,” kata Syahrial.

PGN telah menyebar dokumen Request for Information (RFI) yang sudah dikirimkan kepada para calon mitra. Nantinya PGN berharap para mitra bisa tidak hanya dari sisi pendanaan tapi juga memberikan masukan tentang berbagai hal teknis untuk bisa memasok gas ke berbagai titik pembangkit.

“Dari sisi tata waktu kami kirimkan RFI, ke pihak-pihak yang minat. Kami berharap ada masukan mengenai pola supply yang maksimal,” ujarnya.

Untuk menjalankan proyek tersebut PGN tidak bisa perhitungkan keekonomian titik demi titik karena volume gas disetiap titik rata-rata masih kecil lantaran pembangkit juga berkapasitas kecil-kecil. Menurut Syahrial pola operasi PLN menjadikan pembangkit itu sebagai peaker.

“Kami harus cari terobosan supaya bisa jalan. Yang dilakukan klasterisasi titik-titik berdekatan dari sana buat simulasi infrastruktur yang dibutuhkan,” ungkap Syahrial.

Beberapa simulasi yang dikaji pertama adalah dari mana asal LNG, kemudian ukuran kapal, ketiga ketika tahu lama perjalanan setiap titik tahu berapa besar storage. Kapasitas regasifikasi sendiri sesuai dengan kapasitas pembangkit listrik. “Itu karakterisik peaker walaupun volume kecil kapasitas regasifikasi diangka maksimum,” kata dia.

PGN juga akan membangun hub dalam bentuk storage floating, sehingga LNG dari Tangguh bisa dibawa ke Ambon, ada juga hub di bali, lampung atau di cilamaya.

“Dengan optimasi titik-titik tadi harga gas yang nantinya bisa provide ke PLN dengan demand yang sudah disampaikan acuan harga HSD kami harap harga gas sama dengan harga HSD,” kata Syahrial.(RI)