JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) akan melakukan restrukturisasi anak usaha. Ini dilakukan dalam rangka efisiensi bisnis usaha PGN yang sekarang  fokus di sektor midstream dan downstream gas bumi.

Gigih Prakoso, Direktur Utama PGN,  mengungkapkan anak usaha PGN saat ini terlalu gemuk dan satu sama lain juga terjadi tumpang tindih dan duplikasi. Untuk itu demi efisiensi maka restrukturisasi dengan memangkas anak usaha akan dilakukan.

“Tujuan dari restrukturisasi ini adalah membuat anak usaha lebih link, lebih efisien dan juga seluruh biaya-biaya yang tidak perlu dapat kami hilangkan. Kami harapkan bisa selesai dalam tempo dua tahun,” kata Gigih saat rapat dengan Komisi VII DPR, Senin, (10/2).

Proses restrukturisasi akan segera dimulai dalam waktu dekat sehingga bisnis utama dari PGN nantinya terbatas pada bisnis transmisi, distribusi gas, dan infrastruktur.

“Jadi kami akan buat anak perusahaan yang dimiliki PGN hanya kira-kira mungkin secara major sekitar 5-6 anak usaha. Selebihnya kami akan lakukan restrukturisasi,” kata Gigih.

Saat ini PGN memiliki lini bisnis atau usaha dari hulu hingga hilir. Untuk hulu PGN sampai sekarang masih memiliki PT Saka Energi Indonesia. Kemudian ada beberapa anak usaha lainnya di midstream dan downstream diantaranya Badak NGL, PT PGN LNG Indonesia, PT PGAS Solution, PT Transgasindo Indonesia, PT Gagas Energi Indonesia, PT Perta Daya Gas, PT Kalimantan Jawa Gas, PGN Euro Finance 2003 Limited, Transportasi Gas Indonesia, PGAS Telekomunikasi Nusantara

Menurut Gigih, efisiensi dilakukan sejalan dengan penugasan yang diberikan kepada PGN, misalnya pembangunan jaringan gas (Jargas) hingga mencapai 4,7 juta sambungan rumah tangga hingga tahun 2024, gasifikasi kilang-kilang pertamina, kemudian juga gasifikasi pembangkit listrik milik PT PLN (Persero).

Untuk itu selain efisiensi, PGN juga akan berkoordinasi dengan induk holding Pertamina dalam rangka pendanaan proyek-proyek.

“Masalah pendanaan kami akan berkonsultasi dengan Pertamina sebagai holding kami apakah Pertamina juga bisa memberikan support terhadap pembiayaan projek-projek ini,” ujarnya.

Untuk menjalankan projek-projek yang jadi penugasan ini memang butuh pembiayaan yang besar. Misal untuk gasifikasi PLN dibutuhkan belanja modal sekitar U$S 2 miliar dalam tempo dua tahun. Tapi menurutnya efisiensi yang dihasilkan dari gasifikasi tersebut juga tidak sedikit

“Efisiensi PLN Rp 1,92 triliun per tahun dengan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) menjadi gas, sehingga jauh lebih murah,” tegas Gigih.(RI)