JAKARTA – PT PLN (Persero) akan menerbitkan surat utang global atau global bond senilai US$ 1,5 miliar pada pertengahan 2019. Dana hasil penerbitan surat utang akan digunakan untuk membiayai pembangunan pembangkit listrik dan transmisi.

“Iya itu (US$ 1,5 miliar). Untuk investasi sebagian besar di pembangkit dan transmisi. Yang agak besar di transmisi, sama gardu induk saja. Itu kan terus tambah proyeknya,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PLN di Jakarta, Kamis (28/2).

PLN membutuhkan dana besar setiap tahun untuk membangun berbagai fasilitas tenaga listrik. Apalagi masih ada proyek 35 ribu megawatt (MW) yang harus diselesaikan.

Pada 2018, PLN telah menerbitkan surat utang sebanyak dua kali. Pertama senilai US$ 2 miliar dan di akhir tahun sebesar US$ 1,5 miliar. Untuk global bond sebesar US$ 2 miliar diterbitkan dalam dua tenor, sebesar US$ 1 miliar dengan teror 10 tahun dan US$1 miliar dengan tenor 30 tahun. Serta tingkat bunga masing-masing sebesar 5,45% dan 6,15%. Saat itu global bond mengalami oversubscribe sekitar 3,65 kali.

Tujuan penerbitan global bond adalah untuk proses liability management dan sekaligus debt reprofiling. Dana hasil penerbitan obligasi sebesar US$ 1 miliar digunakan untuk membeli kembali (buy back) atau melunasi secara dini beberapa global bond PLN yang jatuh tempo (penerbitan 2007 dan 2009 yang akan jatuh tempo pada Agustus 2019, Januari 2020 dan Juni 2037).

Untuk global bond kedua tahun lalu diterbitkan sekaligus dalam mata uang dolar AS dan Euro, yaitu US$ 500 juta dengan tenor 10 tahun 3 bulan, US$500 juta dengan tenor 30 tahun 3 bulan, dan €500 juta dengan tenor 7 tahun. Serta tingkat bunga masing-masing 5.375%, 6.25%, dan 2.875%.

Pada tahun ini kebutuhan investasi PLN diperkirakan mencapai Rp 80 triliun – Rp 90 triliun. Dengan kebutuhan investasi sebesar itu, PLN tidak hanya akan mengandalkan pendanaan internal dan global bond, namun juga akan mencari pendanaan dari sumber lain.

Menurut Sofyan, opsi lain pendanaan yang akan dijajaki diantaranya adalah sindikasi bank, baik dari bank pemerintah maupun bank swasta.

“Tetap masih untuk itu (35 ribu MW). Sebagian dari keuntungan kami. Cash kami sebagian dari global bond dan juga ada dari sindikasi bank pemerintah dan bank swasta, sekitar Rp 8 triliun –Rp 10 triliun dari bank-bank lokal. Sebagian besar untuk investasi,” ungkap Sofyan.

Dengan kebutuhan investasi besar kondisi keuangan juga tidak terlalu fleksibel lantaran pemasukan yang tentu berkurang akibat tidak adanya penyesuaian tarif listrik yang sudah ditetapkan pemerintah hingga akhir 2019. Disisi lain, harga bahan baku tengah bergejolak selain batu bara yang dikombinasikan dengan kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN, mengungkapkan PLN juga bertekad meningkatkan efisiensi di semua lini pada tahun ini, termasuk selektif dalam mengaktifkan pembangkit. “Tingkatkan efisiensi operasionalnya, kemudian kami mengangkut-mengangkut pembangkit-pembangkit yang lebih murah, transmisinya yang dekat,” kata Sarwono.(RI)