JAKARTA – Penolakan Iran dan Irak terhadap tekanan Arab Saudi untuk memangkas produksi minyak mentah telah menekan harga minyak dunia hingga turun hampir empat persen pada perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB).
Patokan Amerika Serikat, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari, turun US$1,85 menjadi US$45,23 per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Januari, juga anjlok US$1,86 menjadi ditutup pada US$46,38 per barel di London ICE Futures Exchange.
Sejumlah analis, termasuk Morgan Stanley dan Macquariememperkirakan harga minyak berpotensi terkoreksi tajam hingga US$35 per barel, jika negara-negara pengekspor minyak (OPEC) gagal untuk mencapai kesepakatan. OPEC akan menggelar pertemuan di Wina, Austria, Rabu.
Pada pertemuan awal, para ahli di Wina, Austria pada Senin lalu, gagal menjembatani perbedaan antara pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi, dengan kelompok produsen kedua dan ketiga terbesar atas mekanisme pemotongan produksi.
“Pemulihan pangsa pasar Iran yang hilang adalah kehendak nasional dan tuntutan rakyat Iran,” ungkap Bijan Zanganeh, Menteri Perminyakan Iran seperti dikutip kantor berita Shana.
OPEC, yang menyumbang sepertiga produksi minyak dunia,pada September menyepakati untuk membatasi produksi pada sekitar 32,5 juta-33,0 juta barel per hari dibandingkan dengan saat ini 33,64 juta barel per hari untuk menopang harga minyak yang anjlok sejak pertengahan 2014.
Iran berpendapat pihaknya ingin menaikkan produksi untuk mendapatkan kembali pangsa pasarnya yang hilang di bawah sanksi-sanksi Barat, ketika rival politiknya Arab Saudi meningkatkan produksi.
Dalam beberapa pekan terakhir, Riyadh menawarkan untuk memangkas produksinya sendiri sebesar 0,5 juta barel per hari, menurut sumber-sumber OPEC, dan menyarankan pembatasan produksi Iran di bawah empat juta barel per hari. Teheran telah mengirimkan sinyal beragam, termasuk ingin memproduksi 4,2 juta barel per hari. Irak beralasan perlu lebih banyak uang untuk melawan kelompok militan Negara Islam (ISIS).
Argumen antara Irak dan Arab Saudi terutama berfokus pada apakah Baghdad harus menggunakan perkiraan produksinya sendiri untuk membatasi produksi atau mengandalkan angka yang lebih rendah dari para ahli OPEC.(AT/ANT)
Komentar Terbaru