JAKARTA, Sesuai dengan Kebijakan Bauran Energi Nasional, panas bumi pada 2025 ditargetkan bisa memproduksi listrik sebesar 9.500 MW. Ketua Asosisasi Panas Bumi Indonesia Abadi Poernomo menyebutkan target ini tak mungkin tercapai. “ Dengan memeperhitungkan kondisi yang ada sekarang. maksimal hanya 7000 MW-7.500 MW. “ ujanya kepada Dunia Energi

Dari toital produsksi sebesar itu , sepertiganya berasal dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak perusahaan PT Pertamina (Persero) menargetkan untuk dapat memproduksi listrik dari panas bumi sebesar 2.300 MW hingga 2025 sebagai bentuk dukungan perusahaan terhadap upaya pemenuhan energy nasional berbasis energy baru dan terbarukan.

Presiden Direktu PGE Rony Gunawan mengatakan saat ini produksi listrik panas bumi perseroan mencapai 402 MW. Beberapa proyek dengan total kapasitas 655 MW sedang digarap perusahaan, sementara 1.210 MW proyek-proyek baru tengah dipersiapkan untuk dilaksanakan.

“Jadi, apabila seluruh proyek tersebut tuntas kelak kapasitas produksi listrik panas bumi PGE akan mencapai 2,3 GW,” katanya.

Lebih jauh Rony mengatakan bahwa dari proyek-proyek yang sedang berjalan dalam jangka menengah sampai dengan tahun 2018, kapasitas PLTP ditargetkan mencapai 847 MW. Dia mencontohkan PLTP Kamojang unit 5 dengan kapasitas 35 MW akan “on stream” di 2015, Karaha unit 1 berkapasitas 30 MW di tahun 2016, Lahendong unit 5&6 dengan kapasitas 2×20 MW pada 2016, Ulubelu unit 3&4 berkapasitas total 40 MW masuk pada 2016 dan 2017. Adapun Lumut Balai 1&2 dengan kapasitas total 2×55 MW akan masuk pada 2016 dan 2018 serta Hululais 1&2 dengan kapasitas 2×55 MW masuk pada 2017 dan 2018.

“Sehingga nanti pada tahun 2018, PGE sudah memiliki kapasitas produksi 847 MW, baik dari kegiatan total project maupun produksi uap. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak pernah berdiam diri untuk terus mencari dan memproduksi listrik dari panas bumi,” tegasnya.

Namun, diakui oleh Rony untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek panas bumi di masa mendatang diperlukan beberapa dukungan yang memungkinkan investasi yang ditanamkan dapat memberikan hasil yang menarik bagi investor. Dia mengharapkan beberapa hal, seperti proses perizinan AMDAL yang lebih cepat, jaminan jangka panjang dari pemerintah untuk dapat beroperasi di wilayah sumber panas bumi yang umumnya berada di hutan cagar alam dan hutan lindung, tariff yang mencerminkan keekonomian yang baik sesuai dengan Permen ESDM no.22 tahun 2012 yang mengatur ketentuan fit in tarrif, serta jaminan waktu pelaksanaan proyek bagi pengembang yang memenangkan tender.

“Setelah masalah tariff kini sudah ada solusi, kendala utama yang dihadapi perusahaan saat ini, terutama pada WKP baru adalah tidak adanya komitmen atau jaminan yang mengikat pada proses tender sehingga kecenderungan pengembang menawar dengan harga rendah agar menang dan tidak ada batas waktu pengembangan yang pasti dan ini merugikan bagi perusahaan yang serius ingin mengembangkan panas bumi, termasuk PGE,” pungkasnya. (AH/dunia-energi@yahoo.co.id