GLASGOW – PT Pertamina (Persero) bertekad mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi sebagai salah satu kunci penting sumber energi terbarukan di Indonesia.

Dengan total kapasitas terpasang 2.133 MW, saat ini Indonesia merupakan negara terbesar kedua dengan potensi panas bumi di dunia, setelah Amerika Serikat.

“Namun pemanfaatan cadangan sumber daya tersebut kurang dari 10%, sehingga sangat potensial untuk meningkatkan kapasitas dan pemanfaatan energi panas bumi,” kata Dannif Danusaputro Direktur Utama PT Pertamina Power Indonesia, saat talkshow di Paviliun Indonesia di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) ke-26 di Glasgow, Skotlandia, Senin (8/11).

Berdasarkan lanskap nasional, Indonesia memiliki lokasi cadangan panas bumi yang cukup tersebar, namun sebagian besar permintaan masih berada di Sumatera dengan kapasitas terpasang 0,7 GW dari potensi 9,1 GW, lalu di pulau Jawa dengan kapasitas terpasang 1,3 GW dari 9,1 potensi dan Bali dengan kapasitas terpasang 0,01 GW dari potensi 1,7 GW,” kata Dannif.

Pertamina kata Dannif bertekad menjajaki peluang yang sangat besar tersebut untuk memanfaatkan energi panas bumi yang hingga kini belum digarap secara maksimal.

“Ini juga diharapkan mampu merealisasikan bauran energi Indonesia, yang sejalan dengan strategi energi nasional untuk meningkatkan EBT dari level saat ini di bawah 30% hingga mencapai target 24% pada 2030. Dan panas bumi akan menjadi salah satu faktor kunci untuk itu, ” ungkap dia.

Sebagai salah satu sumber energi terbarukan, panas bumi dikenal sebagai satu-satunya EBT yang dapat menjadi beban dasar dan tanpa intermiten.

Dengan faktor ketersediaan rata-rata 90% dan kapasitas 70%, panas bumi dapat menjadi pasokan energi yang stabil yang tidak terganggu oleh faktor alam seperti cuaca.

Panas bumi juga memiliki biaya yang kompetitif dibandingkan dengan sumber EBT lainnya. Biayanya 20-40% lebih efektif dibandingkan dengan EBT lainnya, terutama dengan kebutuhan storage yang dibutuhkan untuk tenaga surya atau tenaga angin untuk teknologi EBT intermiten.

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan panas bumi, Pertamina saat ini sedang melakukan konsolidasi aset panas bumi milik BUMN lain dan badan pemerintah untuk mengembangkan bisnis panas bumi. Saat ini pemerintah masih menggodok pembentukan holding panas bumi yang melibatkan Pertamina Geothermal Energi (PGE), PLN Gas & Geothermal (PLN GG) serta PT Geo Dipa Energi.

Integrasi bisnis panas bumi diharapkan dapat menjadi salah satu katalis untuk mewujudkan panas bumi sebagai green innovation engine di Indonesia, yang dapat berkontribusi pada pencapaian komitmen NDC negara serta sebagai green baseload yang dapat menggantikan pembangkit fosil.

Hal ini juga dapat membantu percepatan pengembangan panas bumi dengan tambahan kapasitas terpasang dari perusahaan sebesar 1,2 GW hingga 2030 dan mendukung pencapaian rencana pengadaan tenaga listrik jangka panjang (RUPTL) dan target perencanaan energi umum (RUEN) nasional.

Dannif menegaskan Indonesia berperan penting dalam dekarbonisasi global ini dan panas bumi merupakan salah satu sumber energi terbarukan utama yang perlu terus dikejar dan diproduksi.

“Kami yakin ini akan bermanfaat tidak hanya bagi kami sebagai pelaku bisnis tetapi juga untuk kontribusi komitmen NDC Indonesia,” kata Dannif. (RI)