JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan melakukan studi bersama  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan kegiatan eksplorasi. Enam area  menjadi fokus Pertamina dalam pencarian cadangan migas baru.

Dharmawan H Syamsu, Direktur Hulu Pertamina, mengatakan enam area yang menjadi fokus Pertamina tersebar di lepas pantai Aceh dan East Natuna. Sisanya berada di wilayah Indonesia Timur, mulai dari Kalimantan hingga Papua.

“Ada enam joint study ke timur. Seismik dananya sudah dicadangkan,” Dharmawan di Jakarta, Kamis (29/11)

Secara umum kebanyakan potensi yang tercatat di wilayah yang menjadi incaran Pertamina berupa potensi gas.

Menurut Dharmawan, Pertamina  kemungkinan akan membuka pintu untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan eksplorasi kali ini. Pasalnya kebutuhan dana besar diperlukan untuk aktivitas eksplorasi di wilayah baru. Apalagi jika dilakukan di wilayah remote. Untuk satu pengeboran sumur eksplorasi bisa menghabiskan dana US$75 juta-US$ 100 juta.

Dalam pemilihan partner nanti Pertamina akan menggandeng perusahaan yang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki. Selain bisa membagi risiko usaha juga bisa dilakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Secara logika harus ajak partner. Kalau bermitra yang leading teknologi kita bisa change dan share risk jadi kemitraan yang memberikan nilai tambah,” kata Dharmawan.

Move On

Perubahan rezim kontrak di Indonesia juga disoroti oleh Dharmawan yang lama berkecimpung di perusahaan migas asal Inggris yakni BP sebelum di Pertamina.

Dharmawan mengatakan perusahaan migas yang beroperasi Indonesia harus berhenti membahas bagus tidaknya skema kontrak gross split. Apalagi aturan tersebut sudah berlaku dan sudah ada kontraktor yang menggunakan.

Ada dua filosofi utama yang harus diterjemahkan dalam kegiatan migas apalagi dengan kontrak gross split, yaitu speed atau kecepatan dan cost atau biaya.

Dalam menterjemahkan dua poin itu, kini strategi Pertamina dalam mencari cadangan migas juga berubah. Pertama, ditempat yang benar ada kandungan hidrokarbon tentu akan berdampak pada cost atau biaya. Kemudian bagaimana memonetisasi hasil temuan yang berhubungan dengan speed atau kecepatan.

“Jadi kami tidak perlu berpolemik gross split. Lebih baik move on ditempat yang benar ada hidrokarbon lalu tempat yang komersialisasi bisa,” tandas Dharmawan.(RI)