JAKARTA– Direksi PT Pertamina (Persero) langsung tancap gas. Setelah mencopot Agus Suprijanto dari jabatannya sebagai Senior Vice President (SVP) Corporate Communication and Investor Relations (CCIR) mulai Jumat (30/4), Pertamina menetapkan Vice President Corporate Communication Fajriyah Usman sebagai pejabat sementara SVP CCIR per Sabtu (1/5). Fajriyah bertugas selama 14 hari dan berpotensi untuk diperpanjang.

Fahmy Radhi, pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, menilai pencopotan Agus wajar. Pasalnya, mantan Vice President Supply Chain Management-Authority Coordination-Corporate Communication & External Affairs PT Pertamina Hulu Mahakam itu mungkin dinilai tidak perform oleh direksi dalam komunikasi strategis terkait isu Pertamina. Apalagi, Agus telah diberikan kesempatan selama masa percobaan (probition) enam bulan.

Menurut dia, kegagalan SVP CCIR Pertamina membuktikan bahwa mekanisme lelang tidak efektif. Karena itu, lanjut Fahmy, barangkali mekanisme penunjukan oleh tim melalui fit and proper akan lebih tepat ketimbang IJP (internal job posting/IJP). “Sosok Wianda Pusponegoro (mantan VP Corcomm Pertamina, red), lebih tepat dan mumpuni untuk SVP CCIR,” ujar Fahmy kepada Dunia Energi, Sabtu (1/5).

Sumber Dunia Energi, seorang pakar organisasi perusahaan, mendorong Pertamina untuk melakukan lelang jabatan kembali atau memilih kandidat dari internal. Dia beralasan posisi SVP CCIR Pertamina adalah pembuat kebijakan strategis dan sebagai think thank di sektor tersebut.

“Jadi harus kandidat yang kuat dalam pembuatan strategi komunikasi dan berpengalaman dalam berinteraksi dengan media dalam dan luar negeri yang harus dipilih. Mereka yang berpengalaman di perusahaan multinasional yang sudah publik di bursa saham akan pas untuk posisi ini,” imbuhnya.

Bila Pertamina memiliki kandidat semacam itu, lanjut sumber, itu akan bagus bagi perusahaan dengan beberapa alasan. Pertama, memberikan keyakinan kepada talenta Pertamina bahwa jenjang karier dan pengelolaan karier di Pertamina semakin objektif dan profesional sehingga posisi selevel golongan jabatan—atau Pertamina Refference Level (PRL) 25– ini pun bisa diraih oleh siapapun yang kompeten.

Kedua, memastikan Pertamina mendapatkan talenta yang sudah mengenal perusahaan dan industri migas atau bidang energi lebih baik. “Bagaimanapun tak mungkin seseorang yang baru bisa luwes dan pas bicara mewakili Pertamina jika pengetahuan dan wawasannya sangat terbatas,” katanya.

Ketiga, selain memahami visi dan aspirasi Pertamina, pemilihan kandidat internal melalui lelang jabatan kembali akan memberikan pesan bahwa manajemen Pertamina tidak ragu dalam mendorong kemajuan pekerja profesional untuk sukses mendukung Pertamina maju.

Saat ini Pertamina memiliki talenta-talenta di bidang komunikasi dan relasi investor yang berasal dari pekerja karier Pertamina dan juga pekerja wilayah kerja eks terminasi perusahaan multinasional. ”Jika memang ada kandidat yang sebenarnya mumpuni, harusnya Pertamina berani ambil keputusan untuk mengisi posisi kosong ini dari internal,” jelas sumber.

Seorang eksekutif Pertamina mengungkapkan juga pandangannya bahwa Pertamina layak untuk mempertimbangkan kandidat IJP posisi SVP CCIR. ”Jika dari kedua kandidat sebelumnya ada yang masih potensial untuk sukses pada posisi ini, tentu bisa dijadikan pertimbangan atau dilakukan kembali fit and proper test-nya,” ungkapnya.

Selain Agus, diketahui ada dua calon lain yang memasuki tahap akhir, yaitu wawancara dengan direksi Pertamina untuk posisi IJP SVP CCIR. Namun, direksi Pertamina—atas persetujuan dewan komisaris—akhirnya memilih Agus kendati akhirnya yang terakhir ini pun dicopot dari jabatannya.

”Dengan transformasi Pertamina saat ini dan keinginan untuk menjadi perusahaan energi global, Pertamina membutuhkan calon pengganti dengan wawasan global dan cara pikir dan kerja yang tidak lagi sama dan memiliki pengalaman di bidang CCIR yang sudah terbukti,” ujar sumber tersebut. (RA/DR)