JAKARTA – PT Pertamina (Persero) akan memulai bisnis baru dalam bisnis pembangkit listrik terintegrasi melalui rencana pembangunan proyek listrik terintegrasi di Bangladesh. Pertamina akan menggandeng Bangladesh Power Development Board (BPDB) untuk menggarap proyek tersebut.

Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina, mengatakan langkah awal dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pertamina dan BPDB yang disaksikan langsung Presiden Joko Widodo.

“Penandatanganan MoU dilakukan Ginanjar, selaku VP Power New Renewable Energy Pertamina dengan Chairman of BPDP Khaled Mahmood dan disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Republik Bangladesh Sheikh Hasina di Dhaka (Bangladesh),” kata Adiatma, Senin (29/1).

Menurut Adiatma, dalam proyek tersebut BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan fasilitas terintegrasi yang akan dibangun dengan nilai investasi US$ 2 miliar atau sekitar Rp 26,3 triliun. Proyek tersebut ditargetkan rampung dalam waktu tiga tahun sejak dibangun pada 2019.

“Proses penyelesaian konstruksi fasilitas tersebut akan membutuhkan waktu tiga tahun setelah tahap financial closing dicapai. Rencananya konstruksi akan dimulai pada 2019,” ungkap Adiatma dalam keterangan tertulisnya.

Kerja sama antara Pertamina dan BPDB merupakan tindak lanjut dari MoU sebelumnya di sektor energi yang ditandatangani Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Ministry of Power, Energy and Mineral Resources of the People’s Bangladesh pada 15 September 2017.

Pada MoU sebelumnya disebutkan Pertamina akan membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh yang terdiri dari pembangkit listrik gas turbin (Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) Power Plant dengan kapasitas 1.400 MW.

“Proyek itu nantinya akan terhubung dengan fasilitas penerima LNG yang terdiri dari Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), infrastruktur mooring dan off loading, serta jalur pipa gas baik subsea maupun onshore,” tandas Adiatma.(RI)