JAKARTA – Pandemi Covid-19 memukul berbagai sektor usaha dan ekonomi seluruh lapisan masyarakat. Tidak sedikit bisnis yang gulung tikar. Di tengah gempuran badai pandemi ternyata masih ada kelompok warga yang bertahan dengan mengandalkan kreatifitas dan peluang sekecil apapun.

Kelompok Wanita Tani Kenanga adalah sedikit dari yang mampu bertahan dan berangsur bangkit dari keterpurukan ekonomi. Bermodalkan bahan-bahan sederhana mereka kini bisa sedikit bernapas lega karena produksi kerupuk pelangi dan kerupuk miskinnya kembali bisa berjalan, bahkan terus meningkat. Jubaedah, Ketua KWT Kenanga, Dusun Kedawung, Desa Tanjung Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang menceritakan sejak awal pandemi banyak toko yang biasa jadi tempat pemasaran kerupuk tutup. Ini membuat produksi sempat dikurangi bahkan dihentikan.

Semangat Jubaedah tidak luntur untuk menggerakkan ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya untuk kembali memproduksi kerupuk. Para ibu yang diajak Jubaedah juga bukan sembarang ibu-ibu. Dia memprioritaskan para ibu yang sudah ditinggal wafat suaminya dan sudah lanjut usia sehingga tidak bisa lagi ikut bertani.

“Alhamdulilah ini sudah jalan hampir sebulan lebih, setelah pandemi. Ibu-ibu saya panggil lagi, yang udah tidak di sawah jadi bisa menghasilkan uang sendiri lagi,” kata Jubaedah, Selasa (18/8).

Kerupuk olahan KWT Kenanga berbahan dasar sederhana, mulai dari tepung tapioka, kencur bumbu dapur lainnya. Jubaedah juga berinovasi membuat varian rasa baru berbahan dasar tumbuhan kelor. Inovasinya ini ternyata disambut baik. Sejak KWT Kenangan kembali aktif, inovasi kerupuk berbahan daun kelor jadi bisa diterima oleh para pelanggannya. “Daun kelor kan banyak di sekitar sini, kami manfaatkan. Kami coba-coba ternyata pada suka,” ujar Jubaedah.

Kembali berputarnya roda produksi ini tidak lepas dari berbagai fasilitas baru yang kini bisa dimanfaatkan oleh KWT Kenanga berupa rumah produksi dan alat goreng pasir. Jubaedah menceritakan sebelum ada rumah produksi khusus pihak Dinas Pangan dan Dinas Kesehatan serta perangkat desa sempat mewanti-wanti kelompoknya agar bisa mencari tempat baru karena sebelumnya produksi kerupuk hanya dilakukan di rumahnya yang juga jadi tempat beternak.

Dengan adanya rumah produksi para ibu bisa lebih fokus dalam memproduksi kerupuk. Sebenarnya tidak hanya kerupuk, KWT Kenanga juga sebelumnya sudah terlebih dulu dikenal dengan produksi minuman herbal atau jamu berupa kunyit asam dan jahe. Ketiga produk ini sudah jadi andalan pemasukan ibu-ibu di sekitar wilayah tempat tinggalnya.

Para ibu-ibu tergabung dalam KWT Kenanga ini dalam sehari bisa kantongi pemasukan sekitar Rp 20 ribu sehari. Hal ini sangat membantu karena rata-rata pemasukan buru tani sebesar Rp50 ribu-Rp65 ribu. “Lumayan mereka bisa buat tambah-tanbah pemasukan untuk bantu keluarga,” kata Jubaedah.

Selain KWT Kenanga, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Saluyu di Desa Cilamaya Kabupaten Karawang juga jadi kelompok yang tetap berkegiatan di era adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) akibat Covid-19.

Endang Sudrajat, Ketua Gapoktan Saluyu, menuturkan bertani tidak bisa berhenti meskipun di tengah pandemi Covid-19. Untungnya, biaya produksi beras Gapoktan Saluyu bisa ditekan dengan metode tanam organik.

Endang mengatakan, efisiensi dari metode cocok tanam organik cukup besar dari metode tanam biasa. Metode tanam organik yang digunakan kelompok ini memanfaatkan bahan-bahan alami untuk membuat pupuk. “Biaya bisa ditekan sekitar 30-40% lah, itu lumayan banget,” kata dia.

Selain tidak perlu merogoh kantong lebih dalam untuk membeli pupuk kimia seperti urea, penggunaan pupuk organik ini juga membuat tanaman padi tidak rentan diserang hama. “Hasil padinya bagus-bagus dan hama juga jadi jarang,” kata Endang

Zainal Abidin, Manager Communication, Relation, dan CSR PT Pertamina Gas, mengapresiasi kegigihan KWT Kenanga dan Gapoktan Saluyu yang tetap menjalankan roda ekonomi di tengah pandemi. Manajemen Pertagas menyadari masyarakat pasti bisa langsung merasakan lesunya ekonomi karena itu perusahaan aktif ikut mencari solusi bantuan apa yang bisa diberikan. “Kami juga tidak terus berorientasi pada bantuan materi karena nantinya bisa membuat ketergantungan. Bersama dengan masyarakat Pertagas aktif berdiskusi guna temukan solusi yang bisa bermanfaat untuk jangka panjang,” kata dia.

Pertagas melihat potensi bagus dan tumbuh dalam KWT Kenanga karena itu bantuan rumah produksi jamu dan kerupuk diberikan. Hal itu terbukti dari peningkatan produksi.

“Kami memang tidak memberi bantuan uang tapi berdasar apa yang dibutuhkan, rumah produksi ini jadi yang paling dibutuhkan karena syarat dari aparatur desa setempat, rumah produksi penting agar olahan makanan tetap higienis,” kata Zainal.

Dia juga berharap para petani yang tergabung dalam Gapoktan Saluyu bisa terus meningkatkan hasil padinya dengan menggunakan metode tanam organik yang sudah terbukti nyata bisa meningkatkan keekonomian hasil panen. “Semoga para petani bisa semakin mandiri dengan tanam ramah lingkungan ini,” kata Zainal.(RI)