JAKARTA – Listrik yang berasal batu bara dianggap merupakan pilihan yang buruk untuk strategi energi masa depan Indonesia. Sebagai jalan keluar, pemerintah Indonesia harus menerapkan sejumlah hal.

“Pertama, proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara harus berakhir. Ini harus diterjemahkan ke dalam kebijakan konkret, antara lain dengan kebijakan yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah (yang direvisi), sehingga menjadi referensi penting bagi turunan rencana pembangunan di bawahnya, baik di tingkat nasional dan regional,” kata Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, dalam acara diskusi di Jakarta, baru-baru ini.

Hal kedua yang perlu dilakukan pemerintah adalah phase out serta meningkatkan pemantauan terhadap PLTU batu bara yang sudah ada. Dalam hal ini, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral (ESDM) harus mengembangkan roadmap dengan target yang jelas untuk mempromosikan peralihan cepat dari dominansi batu bara ke energi terbarukan.

“Penting untuk dilakukan pemantauan yang transparan dan mudah diakses masyarakat terkait emisi dari PLTU batu bara, termasuk kemudahan untuk diakses masyarakat lokal, memperkuat penegakan hukum dan menjatuhkan sanksi berat untuk temuan pelanggaran emisi PLTU batu bara,” ujar Bondan.

Selain itu, menurut Bondan, pemerintah juga perlu mengatur target yang lebih ambisius untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam menggantikan energi batu bara.

Untuk pelaksanaan yang efektif, pemerintah harus menyediakan insentif yang sesuai untuk pengembangan energi terbarukan, mendukung pengembangan teknologi yang berhubungan dengan energi terbarukan, misalnya meningkatkan faktor kapasitas dan menurunkan biaya energi terbarukan.

“Pemerintah juga harus fokus pada energi terbarukan yang melimpah di Indonesia, seperti panas bumi yang potensinya mencapai 40% dari cadangan dunia dengan kapasitasnya melebihi 29.000 MW. Serta pembangkit listrik tenaga air dan tenaga angin,” tandas Bondan.(RA)