JAKARTA– Rencana pemerintah menurunkan tarif pajak serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pertambangan batubara mendapatkan respons positif pelaku usaha. Beleid itu dinilai langkah realistis untuk menjamin investasi di sektor pertambangan batubara.

Pemerintah saat ini merancang peraturan pemerintah (RPP) tentang Pajak dan PNBP Batubara. Rancangan regulasi itu digodok bersama badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Salah satu klausul dalam RPP itu adalah soal pemegang kontrak pertambangan batubara (PKP2B) Generasi Pertama hanya akan dikenai PPh Badan 25% dari sebelumnya 45%. Namun, tarif pungutan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) naik menjadi 15% dari saat ini 13%.

Beberapa perusahaan tambang batu bara yang masuk kategori pemegang PKP2B adalah PT Tanito Harum; PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (keduanya anak usaha PT Bumi Resources Tbk); PT Adaro Energy Tbk; PT Multi Harapan Utama; PT Kideco Jaya Agung; dan PT Berau Coal.

Di luar rencana penerapan PPh Badan yang jadi 25%, RPP tentang Pajak dan PBNP Batubara juga mencakup tambahan PNBP untuk pemerintah pusat dan daerah sebesar total 10% dari laba bersih. Sebanyak 4% dialokasikan untuk pemerintah pusat dan 6% ke pemerintah daerah. Kendati demikian, total pungutan pajak PNBP dalam draf regulasi baru ini lebih rendah 8,5% dari aturan saat ini.

Febriati Nadira, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk (ADRO), emiten energi terintegrasi, mengatakan Adaro sebagai perusahaan yang senantiasa menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) akan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku.

“Sebagai kontraktor pemerintah, kami berharap agar regulasi di industri batu bara dapat membuat perusahaan-perusahaan nasional seperti Adaro tetap bisa eksis dan ikut mendukung ketahanan energi nasional sekaligus memberikan kontribusi kepada negara dalam bentuk royalti, pajak, tenaga kerja, CSR, dan lain-lain,” ujar Nadira kepada Dunia-Energi, Rabu (14/11).

Pada 2017, kontribusi Adaro terhadap negara mencapai total US$ 774 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 346 juta dalam bentuk royalti dan US$ 428 juta dalam bentuk pajak. (DR)