JAKARTA – Pemerintah tidak berencana untuk membuat harga batu bara domestik (Domestic Market Obligation/DMO) khusus pembangkit listrik lebih rendah dari yang sudah ditetapkan sebesar US$70 per ton.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan apabila harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik ditetapkan lebih rendah dari US$70 per ton maka ada sejumlah dampak yang akan timbul.

“Meningkatkan disparitas harga ekspor dan domestik yang berpotensi mengakibatkan kecenderungan penjualan ekspor atas produksi batu bara dan menimbulkan kelangkaan batu bara dalam negeri,” kata Arifin disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (22/3).

Kementerian ESDM mengungkapkan pandemi Covid-19 sepanjang tahun lalu turut menekan harga batu bara sehingga PT PLN (Persero) justru tidak bisa menghemat atau merasakan manfaat dalam penggunaan batu bara yang selama ini diklaim sebagai bahan baku pembangkit paling murah. Pada tahun lalu rata-rata harga batu bara berada di bawah US$70 per

Harga jual batu bara yang ditetapkan untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebesar US$70 per metrik ton Free On Board Vessel sesuai Kepmen ESDM Nomor 255.K/30/MEM/2020.

“Selama 2020 harga batu bara relatif lebih rendah dari harga US$70 sehingga tidak ada penghematan biaya,” ungkap Arifin.

Dia menjelaskan kondisi itu berbanding terbalik dengan yang terjadi pada 2018 dimana saat harga rerata jual batu bara sebesar US$99 per ton, PLN bisa melakukan penghematan biaya mencapai Rp17,9 triliun.

Pada 2019 dengan harga jual rerata sebesar US$77,9 per ton, PLN melakukan penghematan biaya mencapai  Rp11 triliun.

Pemerintah sendiri memproyeksikan harga batu bara telah mulai pulih di atas US$70 per ton seperti yang kini sedang terjadi sehingga diharapkan dapat memberikan dampak penghematan yang lebih baik lagi.

Dalam data pemerintah konsumsi batu bara untuk pembangkit listruk terus meningkat sejak 2018. Kala itu batu bara pembangkit listrik baik untuk PLN maupun Independent Power Producer (IPP) konsumsinya mencapai 89,3 juta ton. Meningkat pada 2019 menjadi 97,8 juta ton dan tahun lalu tembus 100 juta ton menjadi 104,8 juta ton.(RI)