JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengevaluasi penyebab blackout di Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta pada tanggal 4 Agustus 2019 silam. Salah satu dugaan penyebab terjadinya blackout tersebut dikarenakan pohon sengon yang memasuki Ruang Bebas Jaringan Transmisi.

Agar insiden tidak terulang, Kementerian ESDM melakukan penyesuaian beberapa aturan main di antaranya terkait penambahan pengaturan batasan pemanfaatan ruang di bawah jaringan transmisi, pengaturan medan magnet dan medan listrik dan pengaturan pemeliharaan jaringan transmisi.

Rida Mulyana, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, mengungkapkan regulasi yang mengatur pengaturan batasan pemanfaatan ruang bebas tersebut adalah Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2021 tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik dan Kompensasi Atas Tanah, Bangunan, dan Tanaman yang Berada di Bawah Ruang Bebas Jaringan Transmisi Tenaga Listrik. Regulasi ini merupakan salah satu turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Selain mengatur Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum Jaringan Transmisi Tenaga Listrik, regulasi ini juga mengatur kompensasi kepada pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda lain yang berada di atas tanah tersebut, karena tanah tersebut digunakan secara tidak langsung untuk pembangunan ketenagalistrikan.

“Kami berharap dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2021 ini dapat membantu pelaku usaha untuk menyelesaikan berbagai dinamika yang muncul pada saat pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan jaringan transmisi tenaga listrik dengan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat,” ujar Rida (8/9).

Sementara itu, Wanhar, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, menyatakan ada beberapa pokok aturan Ruang Bebas dalam Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2021 yang merevisi Permen ESDM Nomor 18 Tahun 2015 antara lain perubahan jenis jaringan transmisi, dari 11 jenis menjadi 16 jenis jaringan transmisi, penambahan ketentuan pemanfaatan ruang di bawah jaringan transmisi di antaranya mengatur aktivitas yang tidak boleh dilakukan di bawah jaringan transmisi, serta penambahan ketentuan ambang batas paparan medan elektromagnetik yang sebelumnya belum diatur.

“Ruangan di sisi kiri, kanan dan bawah bebas secara teknis aman dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain termasuk rumah tinggal sepanjang tidak masuk dalam Ruang Bebas,” ujar Wanhar.

Menurutnya, dalam regulasi ini diatur beberapa ketentuan agar masyarakat tidak melakukan beberapa aktifitas di tempat tersebut seperti: menanam tanaman yang memasuki Ruang Bebas, membangun bangunan, penimbunan BBM, merusak atau memanjat jaringan transmisi, bermain layang-layang, balon udara, drone, hingga menggali tanah atau melakukan pekerjaan konstruksi lainnya yang berpotensi mempengaruhi kekuatan konstruksi tapak menara atau tiang.

Revisi ketentuan kompensasi ini menurut Wanhar sejalan dengan rekomendasi Ombudsman RI kepada Kementerian ESDM untuk menyusun dan membahas bersama dengan PT PLN (Persero) terkait pola pembiayan dalam rangka pemangkasan tanam tumbuh di jalur transisi di antaranya pemberian kompensasi tanah, tumbuh lebih dari sekali.

Jaringan transmisi tenaga listrik merupakan infrastruktur vital yang dibutuhkan untuk menyalurkan energi yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik. Pada tahun 2030, pemerintah telah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar kurang kurang lebih 40 Giga Watt sehingga diperlukan tambahan jaringan transmisi tenaga listrik sepanjang kurang lebih 47.000 kms.

Sebelum melakukan pembangunan jaringan transmisi berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) maupun Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), terdapat kegiatan kompensasi yang harus dilaksanakan oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU). Kompensasi tersebut merupakan pemberian sejumlah uang kepada pemegang hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan/atau benda lain yang berada di atas tanah tersebut, karena tanah tersebut digunakan secara tidak langsung untuk pembangunan ketenagalistrikan.

“Penggunaan tanah secara tidak langsung yang dimaksud disini adalah penggunaan ruang di atas tanah untuk membentangkan konduktor SUTT maupun SUTET. Pemilik tanah tersebut masih memiliki hak atas aset mereka namun aktifitas mereka dibatasi demi menjaga keamanan instalasi dan keselamatan makhluk hidup di bawahnya. Pembatasan aktivitas inilah yang patut mendapatkan sebuah penghargaan berupa pemberian kompensasi,” jelas Rida.