JAKARTA – Niatan penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar untuk tahun depan berpotensi batal. Pasalnya Komisi VII DPR dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyepakati asumsi subsidi solar sebagai usulan ke Badan Anggaran (Banggar) DPR sebesar Rp1.500 per liter. Kesepakatan tersebut lebih tinggi dari asumsi di nota keuangan Rancangan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 sebesar Rp1.000 per liter.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM, mengatakan harga solar sangat bergantung pada pergerakan harga minyak dunia dan Indonesia Crude Price (ICP). Apabila subsidi solar ditetapkan hanya Rp1.000 per liter maka kemungkinan besar harga solar harus naik.

“World price (harga minyak dunia) itu harga impor Rp7.000 per liter atau antara Rp 6.600- Rp6.700. Jadi Rp 1.000 cukup enggak? Kalau diasumsikan Rp1.000, maka harga solar harus naik kira-kira Rp6.000, atau naik kurang lebih Rp1.000 dari saat ini Rp5.150, kalau ditambah Rp1.000 jadi Rp6.150, kalau plus pajak Rp 7.000,” kata Jonan disela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (28/8).

Menurut Jonan, pemangkasan subsidi solar bertujuan untuk penghematan keuangan negara. Setidaknya penghematan yang dihasilkan bisa mencapai Rp7,5 triliun dengan asumsi konsumsi solar selama satu tahun mengikuti proyeksi konsumsi solar pada tahun ini sebesar 15,31 juta Kilo Liter (Kl).

“Minyak solar yang disubsidi Rp15,31 juta KL. Kalau misalnya subsidi berkurang Rp500 jadi Rp 1.000, itu berkurangnya penghematannya Rp7,5 triliun,” ungkap Jonan.

Meski naik dari patokan usulan RAPBN 2020, usulan yang diajukan sudah menurun dibanding subsidi pada tahun ini yang mencapai Rp2.000 per liter.

Kardaya, Anggota Komisi VII DPR, mengatakan subsidi solar yang hanya Rp1.000 per liter masih terlalu riskan ditengah kondisi flutuasi harga minyak seperti sekarang ini.

“Jadi menurut saya solar jangan dinaikkan (harganya) karena yang pakai itu industri (kecil) yang mengakibatkan ekonomi bergerak. Menurut saya jangan Rp1.000, tetap saja Rp1.500. Jangan sampai asumsi harga akan dinaikkan,” kata Kardaya.(RI)