JAKARTA – Pengadaan pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) dan pembangkit listrik tenaga gas skala kecil kini tidak perlu harus tercantum terlebih dulu dalem Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan mulai tahun ini penyediaan pembangkit listrik EBT dan gas yang memiliki kapasitas kurang dari 10 megawatt (MW) tidak perlu harus tercantum terlebih dulu dalam RUPTL yang disusun pemerintah dan PT PLN (Persero).

“Mulai sekarang dan kedepan, tambahan pembangkit EBT tidak perlu lagi perencanaan di RUPTL. Jadi mau sebesar apapun silahkan, tapi tergantung kebutuhan sistem,” kata Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (20/2).

Selain EBT, pembangkit listrik bertenaga gas juga tidak perlu lagi harus menunggu perencanaan di RUPTL.

“Kami mendorong gas lebih besar, pembangunan PLTG, PLTGU atau PLTMG yang kapasitas 10 MW (maksimal) tidak perlu dimasukan ke RUPTL, jadi bisa sewaktu-waktu,” ungkap Jonan.

Dia menegaskan, perubahan mekanisme pengadaan pembangkit EBT skala kecil untuk merangsang percepatan penyediaan pembangkit listrik EBT dan gas yang dinilai terlalu memakan waktu dalam proses penetapan wilayah.

Gas didorong karena pemerintah ingin  mengurangi emisi gas buang. Intinya mendorong pembangkit listrik EBT dan gas lebih cepat.

“Penggunaan gas, lebih cepat misalnya di daerah bisa pembangkit listrik yang kecil-kecil, Indonesia tengah dan timur kalau bikin PLTU 5 MW, di kepulauan kecil kecil tidak efektif, kirim coal tidak mudah,” kata Jonan.

Hingga saat ini realisasi porsi EBT dalam bauran energi nasional masih sekitar 13% untuk transportasi dan pembangkit listrik. Untuk itu, perubahan mekanisme diharapkan membuat percepatan bisa dilakukan.

Jonan optimistis porsi EBT bisa mencapai target bauran energi mix sebesar 23% pada 2025. Ini bisa dicapai dengan berbagai terobosan yang sekarang sedang diinisiasi. Misalnya, penggunaan B100 untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN maupun untuk kendaraan yang tengah dikembangkan oleh PT Pertamina (Persero) bersama dengan Eni.

“Transportasi bisa gunakan B100. Jadi dari 100% CPO dikonversi dengan Cetane 60-70,” tandas Jonan.(RI)