JAKARTA – Perusahaan yang terafiliasi dengan Chevron Corporation, yaitu PT Mandau Citra Tenaga Nusantara (PT MCTN), tetap akan melakukan penjualan pembangkit listrik dengan kapasitas 300 Megawatt (MW) berteknologi Congeneration ( Congen) di Blok Rokan dengan mekanisme tender. Chevron tidak akan menyerahkan pembangkit listrik tersebut kepada negara, dengan alasan bukan merupakan aset yang diganti cost recovery.

Hal tersebut diyakini akan menjadi ganjalan bagi tim transisi pada tahapan peralihan operator Blok Rokan dari Chevron ke PT Pertamina (Persero) pada 8 Agustus 2021.

“Wajar saja telah mengkhawatirkan banyak pihak, karena pembangkit itu sangat dibutuhkan  Pertamina dalam mengoperasi produksi Blok Rokan. Pembangkit itu selain menghasilkan setrum, juga menghasilkan steam yang akan diinjeksikan kedalam reservoir agar sisa minyaknya bisa naik keatas untuk bisa di produksi,” ungkap Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Minggu (4/4).

Sejak 2001 sebanyak 95% saham PT MCTN telah dikuasai oleh Chevron Corporation lewat Chevron Standard, dan sisanya 5 % dimiliki oleh PT Nusa Galih Nusantara.

Menurut Yusri, sikap MCTN terkesan semakin mempertegas mereka tidak rela melepas Blok Rokan, meskipun sudah hampir 100 tahun menikmati legitnya hasil migas dari daerah Riau.
Selama beroperasi pembangkit listrik Blok Rokan berada di atas lahan milik negara dan tidak pernah membayar biaya sewa sesuai perjanjian.

MCTN telah mendapatkan keuntungan jauh melebihi dari nilai investasi awal sebesar US$ 200 juta, sedangkan tagihan listrik oleh MCTN ke Chevron dapat mencapai US$ 80 juta pertahun hingga 2020.

Yusri mengatakan, pada 2008 BPK berdasarkan hasil audit investigasi telah menemukan kerugian negara sebesar US$ 1, 2 miliar terhadap kerja sama pengadaan listrik steam congen sampai dengan 2013 dengan MCTN tanpa tender.

Yusri menekankan, apabila pembangkit listrik tersebut berada di atas tanah negara dan tidak pernah membayar sewa, maka secara otomatis semua aset pembangkit listrik itu merupakan milik negara.

“Harap diingat, hukum agraria kita itu berdasarkan hukum adat. Kalau pihak  MCTN keberatan, segera pidanakan mereka. Lakukan langkah hukum atas semua temuan BPK ke penegak hukum untuk diproses lebih lanjut, disertai minta pendapat hukum ke Jamdatun Kejagung agar ditemukan solusi menguntungkan bagi negara,” kata Yusri.(RA)