JAKARTA – Biodiesel merupakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang menjadi energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Sifatnya yang degradable (mudah terurai) dengan emisi yang lebih rendah dibanding dari emisi hasil pembakaran bahan bakar fosil, menjadikan penggunaan biodiesel dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Indonesia sendiri telah memanfaatkan biodiesel sejak 2008, dan pemanfaatannya secara nasional terus dikembangkan, baik dari segi volume, campuran ataupun jumlah perusahaan yang terlibat dalam bidang ini.

Andri Pratiwa, Direktur Pelumas Shell Indonesia, mengatakan sebagai perusahaan energi dunia Shell senantiasa mendukung penggunaan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan strategi global Shell ‘Powering Progress’.

“Shell berkomitmen untuk menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak dalam upaya mendukung agenda pemerintah Indonesia dalam penggunaan energi yang lebih bersih dan mempersiapkan ketahanan energi,” kata Andri, dalam acara Shell Expert Connect dengan topik “Penggunaan Biodiesel Sekarang dan Masa Depan” pada Selasa (13/7).

Perkembangan teknologi mesin, upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan peningkatan ketahanan energi Indonesia telah mendorong pemerintah Indonesia meningkatkan pemanfaatan biodiesel. Melihat keberhasilan implementasi program B20, pemerintah telah menerapkan kebijakan mandatori B30 (campuran 30% biodiesel dan 70% bahan bakar minyak jenis solar) sejak Januari 2020.

Riesta Anggarani, Peneliti Bahan Bakar – LEMIGAS, menyampaikan bahwa pemerintah terus mendorong kesuksesan implementasi program B30, khususnya dalam memastikan semua BBM jenis minyak solar yang ada di dalam negeri dicampur dengan biodiesel sebesar 30%. Sementara untuk program mandatori B40 hingga saat ini masih dalam tahap pengkajian baik teknis maupun keekonomian, sehingga penerapannya diperkirakan tidak akan dalam waktu dekat.

Mohammad Rachman Hidayat, Shell Asia Pacific Product App Specialist, mengatakan  berdasarkan data dan pengalaman maka dianjurkan untuk menggunakan engine oil dengan standar API-CI4 yang terbukti memiliki kemampuan lebih baik dalam mengatasi jelaga hasil pembakaran dari bahan bakar B30 atau lebih. Hal ini disebabkan API CI-4 memiliki soot handling lebih baik dibandingkan engine oil monograde. “Bukti di lapangan juga menunjukkan penggunaan pelumas mesin standar API-CI4 dapat melindungi piston lebih sempurna,” ujarnya.

Fahmi Azhari Mukhlis, Deputy GM Quality Assurance Dept. Komatsu Indonesia, mengungkapkan bahwa pihaknya senantiasa mendukung kebijakan pemerintah termasuk dalam implementasi B30. Untuk itu Komatsu telah mendisain ulang dan memproduksi setiap material dengan komponen yang sesuai (compatible) untuk penggunaan B30 di semua mesin, baik Convention Diesel Engine maupun CRI Diesel Engine.

Devi Ari Suryadi, Service Manager Komatsu Marketing and Support Indonesia, menambahkan tentang jaminan kualitas mesin dimana Komatsu memberikan jaminan kualitas mesin yang menggunakan bahan bakar biodiesel (B20 hingga B30) dengan standar SNI 7182.

“Untuk membantu customer dalam pengaplikasian B30, kami memberikan ‘Service Tips’ dan juga menyarankan kepada setiap customer untuk merujuk kepada buku ‘Pedoman Penanganan dan Penyimpanan Biodiesel dan Campuran Biodiesel’ yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM,” ujarnya.

Andri Pratiwa berharap kolaborasi antara pelaku usaha dan institusi terkait dapat terus berjalan dengan baik, dan semakin banyak forum-forum serupa Shell Expert Connect digelar sehingga memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha memahami informasi-informasi teknis yang didukung oleh data dalam membantu meningkatkan produktivitas.

“Forum-forum diskusi semacam ini dapat membangun kolaborasi, dan juga membantu para pelaku usaha memahami kebijakan-kebijakan pemerintah yang diwajibkan sehingga dapat mempercepat dan mensukseskan implementasi program pemanfaatan biodiesel,” kata Andri.(RA)