DEPOK– Pemadaman yang dialami pelanggan listrik di sejumlah daerah di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten selama beberapa jam—bahkan ada yang lebih dari enam jam—mulai Minggu (4/8) siang, menunjukkan rapuhnya ketahanan energi nasional.

Ali Achmudi Achyak, pakar energi dari Universitas Indonesia, mengatakan pemadaman listrik di Pulau Jawa pada Minggu memiliki dampak berganda (multiplier effects). Selain merugikan konsumen rumah tangga, pemadaman listrik juga mengakibatkan roda perekonomian terganggu untuk beberapa saat.

“Selain moda transportasi cepat seperti kereta api dan MRT terganggu dan tidak bisa beroperasi, ATM-ATM juga mati. Pelaku industri juga dirugikan karena mereka harus mengaktifkan genset agar aktivitas bisnis tetap berjalan,” ujar Ali kepada Dunia-Energi saat ditemui di rumahnya, Depok, Minggu (4/8).

Menurut Ali, manajemen PT PLN (Persero) dan anak usaha kurang mengantisipasi kemungkinan terjadinya pemadaman listrik yang sangat dahsyat tersebut. Ali menyebutkan, PLN mesti melakukan mitigasi, baik secara internal dan eksternal terhadap sisitem pembangkitan dan transmisinya. “Boleh saja mengklaim listriknya cukup dan andal. Tapi itu dari kuantitas, bagaimana dengan kualitas?,” ujar Ali yang tengah menyusun disertasi soal energi listrik di Indonesia.

Ali mengatakan, tragedi pemadaman listrik total selama beberapa jam di Pulau Jawa menunjukkan resistennya sistem keamanan energi nasional. Hal ini pada gilirannya juga mengancam ketahanan nasional.

“Ini juga menjadi celah bagi asing dan pihak tertentu mengetahui titik lemah Indonesia. Mereka sudah paham bagaimana caranya melumpuhkan Pulau Jawa,” katanya.

Sebelumnya, sejak Minggu pukul 11.45 WIB terjadi pemadaman listrik secara massal di sebagian Pulau Jawa. Saluran udara tegangan ekstra tinggi Ungaran-Pemalang terjadi gangguan, tepatnya di sirkuit satu yang disusul sirkuit kedua sehingga dua-duanya terganggu. “Akibatnya terjadi penurunan tegangan,” ujar Sripeni Inten Cahyani, Pelaksana Tugas Direktur Utama PT PLN (Persero).

Menurut Sripeni, pada pukul 11.48 detik 11 menyebabkan jaringan SUTB (saluran udara tegangan tinggi) Depok-Tasik mengalami gangguan. Inilah awal pemadaman di sistem Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta.

Pada pukul 11.45 WIB detik 27, listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali normal. Hanya Brebes yang mulai padam karena masuk di sistem Jabar. “Jadi 11.45 WIB, Jatim, Bali aman, Jateng aman. Pukul 11.48 WIB, Jabar, DKI Jakarta, dan Banten blackout,” katanya.

Untuk memulihkan padamnya listrik, PLN mendistribusikan listrik dari timur ke barat Pulau Jawa. Listrik dari Jatim mulai masuk ke PLTA Saguling dan PLTA Cirata. Belakangan, pada pukul 16.27 WIB, pasokan listrik mulai masuk ke Gandul. Terhitung tiga jam sejak 16.27 WIB diperkirakan listrik di Jakarta pulih 100%. Sedangkan Jawa Barat dan Banten butuh waktu lebih lama. “Penormalan pelanggan agak lama, di Banten dan Jabar kira-kira masih 4-5 jam,” jelasnya.

Sripeni menyebutkan, PLN akan menginvestigasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab gangguan di sirkuit satu dan dua di saluran udara tegangan ekstra tinggi Ungaran-Pemalang.

“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan kondisi pada hari ini, dan saat ini semua upaya dikerahkan untuk merecovery sistem Jawa -Bali secara keseluruhan, khususnya Area Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta,” ujar Sripeni dalam siaran pers. (DR)