JAKARTA – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian ESDM telah menyampaikan bahwa terdapat sejumlah proyek listrik yang jadwal operasionalnya terancam meleset dari target akibat terdampak Covid-19. Global Energy Monitor (GEM) menghitung potensi kerugian investasi terhadap 11 proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia yang bakal tertunda pembangunannya atau operasionalnya akibat pandemi Covid-19 sebesar US$13,1 miliar atau setara Rp209,6 triliun (asumsi kurs saat ini Rp16.000).

Christine Shearer, penulis utama laporan dan Direktur Program Batu Bara GEM, mengatakan hasil tersebut didapat dari model perhitungan kerugian investasi dengan mengacu pada rerata capital costs yang dirangkum oleh IEA (International Energy Agency). Secara global, GEM mengidentifikasi sebanyak 14 PLTU batu bara yang berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara berpotensi mengalami kerugian investasi mencapai US$17,1 miliar.

“Perhitungan proyeksi kerugian itu akibat capital outlays karena adanya gangguan tenaga kerja dan rantai pasokan akibat pandemi global Covid-19 yang mengakibatkan keterlambatan maupun penundaan proyek PLTU. Keterlambatan ini menambah keterlambatan yang sudah terjadi di beberapa proyek,” kata Christine dalam keterangan tertulisnya, Jumat (27/3).

Kondisi tersebut menunjukkan tingkat kerentanan tinggi dari ekspansi PLTU batu bara global akibat pandemi, yang di saat bersamaan kondisi kelebihan kapasitas (overcapacity) semakin menambah beban dalam menghadapi kondisi resesi.

Ahmad Ashov Birry, Program Director Trend Asia, sebuah lembaga yang berfokus pada advokasi energi transisi, mengatakan bahwa situasi darurat pandemi Covid-19 seharusnya membuka mata, hati dan akal pemerintah Indonesia untuk mulai mengutamakan keselamatan, kesehatan publik dan lingkungan dalam pembuatan berbagai kebijakan, termasuk di sektor energi. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan pada nilai-nilai kemanusiaan tersebut dengan mengambil langkah konkret membatalkan proyek-proyek pembangunan energi fosil kotor PLTU batu bara.

Ashov mengatakan bahwa pembatalan proyek PLTU batu bara tersebut harus diambil tidak hanya untuk menghindari kerugian ekonomi jangka panjang, tapi utamanya untuk melindungi masyarakat dari tambahan paparan polusi beracun yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru, stroke, penyakit jantung, dan penyakit pernapasan.

“Dalam situasi krisis multidimensi yang akan kita terus hadapi ini, pemerintah seharusnya memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat dan bukan membuatnya menjadi rentan,” tandas Ashov.(RA)