JAKARTA – PT Pertamina (Persero) mencatatkan realisasi rata-rata produksi migas mencapai 901 ribu barel setara minyak (barel oil equivalent per day/boepd) sepanjang 2019.

“Produksi migas sebesar 901 ribu boepd itu minyak 414 ribu barel per hari (bph) dan gas 487 ribu boepd,” kata Fajriyah Usman, Vice President Corporate Commnication Pertamina. kepada Dunia Energi, Senin (22/6).

Realisasi produksi produksi Pertamina tahun lalu menurun dibanding rata-rata realisasi produksi 2018 yang mencapai 921 ribu boepd. Produksi minyak sepanjang 2019 meningkat dibanding 2018 sebesar 392 ribu bph. Produksi gas tahun lalu juga turun jauh dibanding realisasi 2018 yang bisa mencapai 529 ribu boepd.

Selain tidak bisa melampaui realisasi tahun sebelumnya, realisasi produksi sepanjang 2019 masih tipis dibawah target yang telah ditetapkan. Pertamina mematok produksi migas 2019 mencapai 922 ribu boepd atau 98,9% dari target.

Untuk realisasi produksi minyak, tercatat sesuai dengan target 414 ribu bph. Namun, realisasi produksi gas sebesar 487 ribu boepd hanya 95,87% dari target 508 ribu boepd.

Fajriyah mengatakan tidak tercapainya target produksi 2019 diakibatkan adanya kendala teknis karena sejumlah kendala di fasilitas produksi di antaranya PT Pertamina Internasional EP (PIEP). “Dikarenakan belum optimalnya kompresor di Asset Algeria atau adanya kondisi high ambient temperature,” ungkap Fajriyah.

Selain di dalam negeri, Pertamina memproduksi migas dari 13 lapangan migas yang dikelola dan tersebar di Benua Asia, Amerika, dan Eropa. Pada 2019, realisasi produksi minyak aset luar negeri ini tercatat sebesar 104 ribu bph dan gas 273 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day/MMscfd).

Namun demikian Fajriyah juga menegaskan realisasi sepanjang tahun lalu bisa dicapai perseroan tanpa dilakukan akuisisi. Apalagi penurunan produksi lebih dalam akibat kondisi blok atau lapangan migas tua juga berhasil ditahan.

“Perlu dicatat adalah meskipun tanpa major akuisisi, pada 2019, Pertamina mampu menahan decline produksi migas dengan melakukan kegiatan 335 pengeboran sumur pengembangan dan 751 workover secara agresif untuk menahan laju decline,” kata Fajriyah.

Selain itu, sepanjang 2019 Pertamina juga mampu meningkatkan cadangan migas menjadi 309 juta barel setara minyak atau 44% lebih tinggi dari target dibandingkan target 215 juta barel setara minyak. Sementara tambahan temuan cadangan kontingensi sedang (2C) mencapai 446 juta barel setara minyak atau 55% melebihi target 288 juta barel setara minyak.

Di samping itu, realisasi rasio pengembalian cadangan (reserves replacement ratio/RRR) tercatat mencapai 102% atau melampaui target yang ditetapkan sebesar 71%. “Capaian ini sangat berarti bagi masa depan ketahanan energi nasional,” ujar Fajriyah.

Pada tahun lalu, Pertamina telah merampungkan survei seismik 2D di wilayah terbuka lepas pantai Indonesia sepanjang 7.049 kilometer (km) sejak November hingga akhir 2019. Sampai Juni 2020 ini, survei seismik tersebut bahkan telah mencapai 25.864 km atau 86% dari target 30 ribu km.

“Ini merupakan survei seismik terbesar di Asia Pasifik dan Australia dalam 10 tahun terakhir yang diharapkan dapat menemukan cadangan migas baru yang menjadi giant discovery bagi Indonesia,” kata Fajriyah.

Sementara itu, di sektor energi baru dan terbarukan, produksi panas bumi Pertamina pada 2019 mencapai 4.292 giga watt hour (GWh) atau naik 3% dibandingkan 2018 yang tercatat 4.182 GWh. Perolehan ini didapat melalui PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang mengelola 14 wilayah kerja panas bumi (WKP) dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 megawatt (MW).

Perluas Pasokan BBM

Untuk bisnis hilir, sepanjang 2019 Pertamina juga melakukan penambahan lembaga penyalur baik SPBU maupun SPBN (untuk nelayan) dengan merampungkan pembangunan 48 Pertashop serta konsisten menyalurkan BBM di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di seluruh Indonesia, melalui pembangunan 161 titik BBM Satu  Harga.

Dengan bertambahnya jaringan di seluruh wilayah tersebut menyebabkan meningkatnya volume penjualan BBM Pertamina dari 49,62 juta kiloliter (KL) menjadi 51,31 juta KL. Selain itu tercatat sepanjang 2019, penjualan LPG ekuivalen 13,75 juta KL, Petrokimia 3,15 juta KL, BBM untuk Aviasi 5,82 juta KL dan BBM untuk Industri 13,96 juta KL.

“Dari penjualan seluruh produk Pertamina seperti BBM ritel, industri, dan aviasi serta LPG dan Petrokimia, secara total konsolidasi mencapai ekuivalen 87,98 Juta KL di 2019,” kata Fajriyah.(RI)