JAKARTA – Fasilitas pengelolaan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) non thermal yang pertama di Indonesia telah diresmikan di Bogor (17/5/2023). Fasilitas ini merupakan salah satu proyek kerjasama teknis antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama United Nations Industrial Development Organization (UNIDO). Proyek kerjasama teknis dengan judul “Introduction of an Environmentally-sound Management and Disposal Systems for PCBs Wastes and PCB-contaminated Equipment” tersebut bertujuan untuk menghapuskan PCBs di Indonesia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati, menegaskan komitmen Indonesia dalam mendukung pencapaian target global pemusnahan PCBs pada akhir tahun 2028. “22 tahun sejak penandatanganan Konvensi Stockholm atau 14 tahun sejak ratifikasi, Kementerian LHK menegaskan bahwa tidak ada yang berubah dari komitmen tersebut. Bahkan komitmen tersebut hanya semakin kuat dan akan segera diintegrasikan dan diimplementasikan melalui penguatan berbagai mekanisme nasional terkait pengawasan kinerja pengelolaan lingkungan, diantaranya melalui mekanisme PROPER,” ujar Vivien.

PCBs adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut. PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon (termasuk kebancian). Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.

Peta jalan dalam mencapai penghapusan PCBs dari bumi Indonesia cukup menantang. Saat ini diperkirakan terdapat minimal 1,2 juta unit trafo aktif yang dimiliki oleh industri tanah air, terutama dari sektor yang membutuhkan dan mengelola energi listrik besar seperti industri pembangkitan, minyak dan gas, kimia, pulp dan kertas, besi baja, pertambangan serta manufaktur. Dari jumlah tersebut, hampir 10% diantaranya diduga terkontaminasi PCBs dengan total potensi limbah sebesar lebih dari 800.000 ton yang sebagian besar bersumber dari kontaminasi silang PCBs (yaitu ketika trafo bersih terjangkit PCBs dari trafo lain yang terkontaminasi). Pola kemitraan public-private partnership merupakan pendekatan yang dipilih KLHK dan UNIDO untuk pengelolaan limbah PCBs non thermal di Indonesia.

Terkait komitmen Indonesia untuk menghilangkan PCBs, KLHK telah mendapatkan hibah dari UNIDO melalui pendanaan dari Global Environmental Fund (GEF) berupa pembangunan fasilitas pemusnahan PCBs yang memperkenalkan metode non-thermal atau non-combustion pertama di Indonesia. Fasilitas tersebut dioperasionalisasikan oleh PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PT PPLi) sebagai operating entity yang telah memenuhi persyaratan teknis dan lokasi sebagaimana ketentuan yang ditetapkan secara nasional. Dimana berdasarkan hasil verifikasi teknis, kinerja fasilitas pengelolaan PCBs non thermal ini sudah dalam proses mendapatkan Surat Kelayakan Operasional (SLO) dari KLHK.

PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat terhancurkan secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi. Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian LHK mengungkap cemaran PCBs di Sungai Citarum, Ciliwung dan Cisadane. PCBs telah mencemari puluhan jenis ikan konsumsi di sungai dan pesisir laut Indonesia, bahkan telah terdeteksi pada Air Susu Ibu di beberapa kota di Jawa dan Sumatera.

Menteri LHK telah menerbitkan peraturan tentang Pengelolaan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) yaitu Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 29 Tahun 2020 tentang Pengelolaan PCBs yang secara tegas mengatur batas waktu pemusnahan PCBs. Fasilitas Pengolah PCBs yang baru saja diresmikan merupakan salah satu hasil (output) penting dari Proyek PCBs antara Kementerian LHK dengan UNIDO, sekaligus milestone penting dalam memusnahkan 200.000 ton limbah PCBs cair dan 600.000 ton lainnya material padat terkontaminasi PCBs.

“Fasilitas ini merupakan yang pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mengadopsi metoda pemusnahan non-combustion atau non pembakaran. Jika metoda pemusnahan pembakaran menghasilkan emisi CO2 dan berpotensi membentuk senyawa beracun Dioksin dan Furan, maka teknologi non pembakaran sama sekali tidak akan menghasilkan emisi gas-gas yang berbahaya,” ungkap Vivien.

Dipilihnya PT PPLi selaku pihak ketiga yang telah berpengalaman di dalam pengelolaan limbah B3 diharapkan dapat mendukung keberlanjutan pemanfaatan dan operasional fasilitas secara profesional.

Perwakilan UNIDO Indonesia, Salil Dutt mengungkapkan bahwa UNIDO secara global mempromosikan penggunaan metoda non pembakaran untuk pemusnahan PCBs karena lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan rekomendasi Konvensi Stockholm. UNIDO berkomitmen mendukung negara pihak untuk memusnahkan PCBs merujuk kepada Best Available Technology (BAT) yang direkomendasikan oleh Konvensi Stockholm, terutama metoda non pembakaran. Hingga saat ini UNIDO telah mendukung pemusnahan PCBs di 32 negara di Asia, Afrika, Eropa dan Amerika melalui skema kerja sama dengan GEF. “Total dana hibah GEF yang telah dikelola adalah sebesar US$80 juta dan didukung penyertaan anggaran dari para mitra sebesar lebih dari US$360 juta. Sementara ini, jumlah limbah PCBs yang telah dimusnahkan adalah lebih dari 24.000 ton dan akan terus bertambah hingga akhir tahun 2028,” ujar Salil.

Vivein menyanpaikan sinergi antara KLHK, UNIDO, GEF dan PPLi dalam pembangunan dan pengoperasion fasilitas pemusnahan PCBs ini diharapkan akan menjadi sebuah lessons learned tidak hanya bagi Indonesia, namun juga bagi negara lain khususnya di Kawasan Asia Pasifik. “Yang tidak kalah penting untuk digarisbawahi, bahwa sinergi ini merupakan dukungan dan solusi nyata bagi perusahaan-perusahaan pemilik PCBs yang terdapat di Indonesia, yaitu mereka yang memiliki komitmen dalam menjaga dan melindungi lingkungan menuju pembagunan berkelanjutan yang mensejahterakan, berkeadilan, dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat,” ujar Vivien.(RA)