JAKARTA – Teluk Bintuni digadang-gadang bakal menjadi wilayah industri maju ke depan. Ini tidak lepas dari keputusan pemerintah yang menetapkan Teluk Bintuni sebagai kawasan industri khusus. Hanya saja target tersebut kini menemui tantangan cukup berat karena masih belum optimalnya pasokan listrik di wilayah tersebut.

Petrus Kasihiw, Bupati Teluk Bintuni, mengatakan potensi nilai investasi bisa diserap di wilayahnya mencapai Rp300 triliun. Hal ini lantaran kabupaten di Papua Barat tersebut memiliki banyak sumber daya alam mulai dari yang terbesar, gas lalu minyak bumi, batu bara, udang dan kepiting, hingga kelapa sawit.

Sayang, listrik di wilayah berpenduduk 65 ribu jiwa itu masih terkendala. Hingga kini elektrifikasi di sana baru mencapai 76%. Itu pun hanya di wilayah perkotaan.

Menurut Petrus, industri rata-rata membangun pembangkit listrik sendiri atau off grid terpisah dari jaringan PLN. Ini justru menjadi masalah tersendiri yang mempengaruhi iklim investasi karena listrik adalah kebutuhan dasar industri.

“Kami masih di-supply oleh BUMN. Kalau industri memang banyak bikin pembangkit sendiri, kadang pakai genset. Ini makanya kadang masih ada masalah,” kata Petrus, Senin (28/12).

Hal senada diungkapkan Mohamad Lakotani, Wakil Gubernur Papua Barat. Menurut dia, pasokan listrik belum maksimal hingga saat ini/ Padahal Teluk Bintuni memiliki sumber daya alam gas bumi terbesar di Indonesia.

“Gasnya tiap tahun keluar berton-ton yang digunakan untuk kemudian menyalakan listrik bagi negara-negara di dunia. Tapi listrik Bintuni belum maksimal yang bisa dimanfaatkan dengan sumber gas di sini,” ujar Lakotani.

Nurul Ichsan, Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM, mengatakan mendorong investasi harus disertai dengan fasilitas yang memadai. Berdasarkan data PLN, Teluk Bintuni membutuhkan sekitar 423 megawatt (MW).

“Listrik ibaratnya adalah darah untuk menggerakkan investasi. Komunikasi yang baik dengan PLN wajib dibangun oleh pemerintah daerah,” kata Nurul.

Petrus menegaskan besarnya potensi investasi yang mengalir ke Bintuni harus bisa memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi masyarakat sekitar. Dia tidak ingin sumber daya alam yang ada hanya menguntungkan segilintir pihak.

“Kami tidak terlena dengan banjir investasi tapi ingin ada konversinya untuk kesejahteraan masyarakat di Bintuni. Kami bangun sumber daya manusianya, ada sumber pelatihan siap kerja di bidang energi. Sejak 2018 sudah 518 siswa bersertifikat,” kata Petrus.(RI)