JAKARTA – Holding baterai listrik milik Indonesia, Indonesia Battery Corporation (IBC) sudah resmi berdiri. Namun perusahaan yang dibentuk pemerintah dengan kepemilikan oleh empat perusahaan besar BUMN sektor energi itu berpotensi akan bergerak lambat ke depannya.

Dahlan Iskan, Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan kepemilikan saham oleh empat perusahaan akan berdampak ketidakefisienan terutama terkait pengambilan keputusan. Tentu perusahaan itu memiliki kepentingan masing-masing yang harus dipertanggungjawabkan. Apalagi juga bentuk perusahaan sebagian terbuka. Misalnya saat akan mencari partner diperlukan persetujuan semua pemegang saham.

“Pada awalnya saya mengira bahwa pemegang saham dari IBC itu Pertamina saja atau PLN saja. Ternyata diputuskan empat perusahaan. Saya bayangkan alangkah rumitnya pengambilan keputusan,” kata Dahlan, dalam diskusi virtual, Kamis (20/5).

IBC merupakan perusahaan patungan dari empat BUMN yakni Holding Industri Pertambangan MIND ID melalui PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum). PT Antam Tbk (ANTM), PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero). Kepemilikan saham dari masing-masing BUMN tersebut adalah 25%.

Menurut Dahlan, salah satu contoh kerumitan pengambilan keputusan bisa dilihat dalam pengelolaan panas bumi antara Pertamina dan PLN.

“Waktu itu saya karantina Dirut PLN dan Dirut Pertamina berdua enggak boleh keluar sampai ada keputusan ini. Nanti empat, enggak bisa bayangkan sulitnya management direksi dan komisaris untuk segera mengambil keputusan,” kata Dahlan.

Dahlan mengatakan untuk IBC, pengambilan keputusan harus ekstra cepat lantaran teknologi baterai terus mengalami pembaharuan paling lama enam bulan. “Sehingga saya bisa pahami alangkah sulitnya IBC nanti mengambil keputusan, teknologi apa yang akan dipakai dan diproduksi,” kata Dahlan.(RI)