JAKARTA – Pemerintah menegaskan PT PLN (Persero) harus ikut serta dalam upaya transisi energi yang saat ini terus didorong implementasinya. Jika tidak maka pemerintah memiliki rencana lain untuk PLN agar membelah diri punya institusi yang khusus kembangkan EBT untuk penuhi kebutuhan listrik.

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marves), menyatakan transisi energi adalah sebuah hal yang tidak bisa dihindari termasuk oleh Indonesia. PLN sebagai satu-satunya penyedia listrik bagi masyarakat di Indonesia juga harus berbenah dan memiliki rencana ikut dalam transisi tersebut.

Jika PLN tidak ada niatan untuk melakukan transisi, Luhut tidak segan menegaskan harus ada bagian dari PLN yang siap melakukan transisi.

“Jadi PLN harus ikut (transisi energi ke EBT). Kalau dia nggak ikut harus belah diri (buat perusahaan yang jalankan transisi energi). Kalau dia nggak bisa berhenti (beroperasi) dia,” kata Luhut dalam diskusi virtual, Senin (20/9).

Luhut menuturkan PLN saat ini memiliki rencana untuk mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hingga tahun 2060. Rencana itu menurut dia harus bisa terealisasi.

“PLN harus mengubah diri karena paling banyak di situ (PLTU) adalah PLN. Nggak boleh pln main-main lagi kalau dia nggak bisa, minta aja dia berhenti. Karena kalau nggak, bangsa ini nggak dihormati orang. Kita harus cari jalan keluarnya. Kalau ada niat pasti bisa,” tegas Luhut.

Untuk menjalankannya dia mengakui tidak sedikit dana yang dibutuhkan, untuk itu pemerintah juga berharap komitmen negara-negara maju untuk mendukung target Net Zero Emission yang dicanangkan Indonesia.

“Memang mereka harus dapat subsidi dari negara-negara maju atau bantuan yang kita sebut energy transition mechanism, ini sudah dibuat,” ujar Luhut.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, pernah mengungkapkan PLN baru akan mempesiunkan seluruh PLTU berbahan bakar batu bara pada 2060. PLTU yang dipensiunkan bahkan sekelas PLTU ultra supercritical yang diklaim paling ramah terhadap lingkungan karena menghasilkan emisi paling rendah.

Dalam skenario menuju netral karbon mulai tahun depan PLN tidak menerima lagi rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru. “Mulai 2022 ke depan enggak ada kontrak baru PLTU. PLN hanya jalankan kontrak dan PPA yang sudah di tanda tangan dan financial close,” kata Zulkifli.

Upaya mempensiunkan PLTU secara masif kemudian akan dilakukan bertahap mulai tahun 2025 dimana PLTU dengan total kapasitas 1,1 Gigawatt (GW) akan digantikan dengan pembangkit listrii berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Selanjutnya pada tahun 2030,PLN mulai mempensiunkan PLTU subcritical. “Retirement subcritical tahap pertama dengan kapasitas 1 GW,” tukas Zulkifli.

Lalu dilanjutkan pada 2035 dengan mempensiunkan atau mematikan PLTU subcritical tahap kedua dengan total akapasitas 9 GW. Selanjutnya tahun 2040 PLN mulai tidak gunakan PLTU supercritical dengan total kapasitas pembangkitnya mencapai 10 GW.

Pada 2045 hingga 2055 akan dilanjutkan mempensiunkan PLTU bertipa ultra supercritical tahap pertama dengan total kapasitas pembangkit sebesar 24 GW. Ini dilakukan secara bertahap hingga 2055 dan diakhiri dengan mempensiunkan PLTU ultra supercritical dengan total 5GW pada 2055.