JAKARTA – Pendistribusian LPG 3 kg dengan subsidi tertutup yang rencananya akan mulai diterapkan tahun depan akan menggunakan sistem biometrik. Sistem ini dinilai paling siap di antara dua sistem lainnya yang telah terlebih dahulu diuji coba beberapa waktu lalu. Ruddy Gobel, Kepala Unit Komunikasi dan Pengelolaan Pengetahuan Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), mengatakan tahapan uji coba sudah selesai, kini tinggal dilakukan implementasi. Biometerik pun kemungkinan besar akan menjadi sistem yang dipilih pemerintah.

“Biometrik 90%, karena tidak mengubah perilaku. Kemungkinan besar menggunakan biometrik,” kata Ruddy saat dihubungi di Jakarta, Senin (1/7).

Menurut Ruddy, implementasi pelaksanaan distribusi LPG tertutup sudah hampir pasti dilakukan dan tinggal menunggu lampu hijau dari Presiden Joko Widodo. Tahap persiapan sudah dilakukan, termasuk koordinasi dengan berbagai kementerian terkait.

“Sekarang sudah 80%-90%, design kebijakan sudah siap, harus ke presiden, Kementerian terkait tidak ada perbedaan signifikan,” kata Ruddy.

Uji coba pemanfaatan teknologi keuangan biometrik dan voucher elektronik untuk penyaluran subsidi LPG dijalankan di tujuh wilayah kabupaten/kota dan menjangkau 14.193 rumah tangga sasaran dan 172 toko LPG yang dilakukan di i 7 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tangerang, Kabupaten Tomohon, Kota Bukit Tinggi, Kabupaten Gunung Kidul, Kota Kediri, Kota Jakarta Utara dan Kabupaten Bogor.

Rizwi Hisjam, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM, mengatakan LPG 3 kg bersubsidi diperuntukkan untuk rumah tangga dan usaha mikro serta nelayan yang selisih harga jualnya ditanggung pemerintah. Ke depan, pengguna LPG 3 kg adalah keluarga pada kelompok pendapatan 40% terbawah. Pemerintah akan memberikan subsidi langsung dengan nilai bantuan sekitar Rp45.000 per bulan per keluarga.

“Kami akan memberikan subsidinya secara langsung kepada pihak yang berhak, yaitu keluarga pada kelompok pendapatan 40% terbawah, dalam hal ini keluarga miskin dan rentan miskin,” kata Rizwi.

Dengan sistem distribusi tertutup ini, pemerintah mengharapkan dapat mengetahui juga kebutuhan riil masyarakat. “Kecenderungannya barang bersubsidi dipakai seenaknya saja, lebih boros. Tapi kalau sudah dengan harga keekonomian (di mana masyarakat kurang mampu mendapat subsidi langsung), tentunya masyarakat akan mengontrol sendiri sebenarnya kebutuhannya berapa,” katanya.(RI)