JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan pengelolaan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) sebagai limbah B3 dan limbah non-B3 yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, tetap memiliki kewajiban untuk dikelola hingga memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan.

Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) Kementerian LHK, mengatakan material FABA yang merupakan limbah hasil sisa pembakaran di PLTU menjadi limbah non-B3. Hal tersebut disebabkan karena pembakaran batu bara di kegiatan PLTU dilakukan pada temperatur tinggi, sehingga kandungan unburnt carbon di dalam FABA menjadi minimum dan lebih stabil saat disimpan.

“Pada proses pembakaran batu bara di industri lain, dengan fasilitas stoker boiler dan atau tungku industri yang digunakan untuk pembuatan steam dengan temperatur rendah, limbah FABA yang dihasilkan merupakan limbah B3 yaitu Fly Ash kode limbah B409 dan Bottom Ash kode limbah B410,” kata Vivien, dalam telekonferensi Senin (15/3).

Vivien mengatakan, hasil data dari uji karakteristik terhadap FABA PLTU, yang dilakukan oleh Kementerian LHK 2020 menunjukkan bahwa FABA PLTU masih di bawah baku mutu karakter berbahaya dan beracun. Hasil uji karakterisitik menunjukkan bahwa FABA PLTU tidak mudah menyala dan tidak mudah meledak, suhu pengujian adalah di atas 140 derajat Fahrenheit. Hasil uji karakteristik FABA PLTU selanjutnya, adalah tidak ditemukan hasil reaktif terhadap sianida dan sulfida. Serta tidak ditemukan korosif pada FABA PLTU. Dengan demikian, dari hasil uji karakteristik menunjukan limbah FABA dari PLTU tidak memenuhi karakteristik sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Selain itu, hasil evaluasi dari referensi yang tersedia, menyatakan bahwa hasil uji Prosedur Pelidian Karakteristik Beracun atau Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) terhadap limbah FABA dari 19 unit PLTU, memberikan hasil uji bahwa semua parameter memenuhi baku mutu. Kemudian, hasil Uji Toksikolgi Lethal Dose-50 (LD50) dari 19 unit PLTU dengan hasil, nilai LD50 > 5000 mg/kg berat badan hewan uji. Hasil kajian Human Health Risk Assessment (HHRA) yang telah dijalankan di lokasi untuk mengevaluasi potensi resiko bagi pekerja lapangan menunjukkan bahwa, tidak ada parameter yang melebihi Toxicity Reference Value (TRV) yang ditentukan Kementerian Tenaga Kerja Indonesia yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 Tahun 2018.

“Walaupun dinyatakan sebagai Limbah non-B3, namun penghasil limbah non-B3 tetap memiliki kewajiban untuk memenuhi standar dan persyaratan teknis yang ditetapkan dan tercantum dalam persetujuan dokumen lingkungan,” ungkap Vivien.

Dia menambahkan, pembakaran batu bara di PLTU yang menggunakan temperatur tinggi menyebabkan FABA dapat dimanfaatkan seperti sebagai bahan bangunan, subtitusi semen, jalan, tambang bawah tanah atau underground mining serta restorasi tambang.

Saat ini, Kementerian LHK tengah menyelesaikan Peraturan Menteri (Permen) LHK tentang Pengaturan Limbah Non B3 dengan beberapa poin penting. Poin pertama dalah terkait dengan ruang lingkup pengaturan yang meliputi pengurangan limbah nonB3 baik sebelum dan/atau setelah limbah dihasilkan; penyimpanan limbah non-B3 yang disesuaikan dengan jumlah dan bentuk limbah serta tidak boleh melebihi kapasitas penyimpanan; pemanfaatan limbah non-B3 sebagai substitusi bahan baku, substitusi sumber energi, produk samping merujuk standar yang ada atau standar baru yang direkomendasikan KLHK; penimbunan limbah non-B3 dengan memenuhi standar lokasi baik dengan melakukan modifikasi engineering dan memenuhi stadar fasilitas penimbunan; penganggulangan pencemaran lingkungan hidup dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan pelaporan kegiatan pengelolaan limbah nonB3.

Poin selanjutnya adalah tentang rencana pengelolaan limbah non-B3 yang meliputi limbah nonB3 khusus merujuk dalam persetujuan lingkungan; limbah non-B3 terdaftar wajib tercantum rinci dalam persetujuan lingkungan; dan pengelolaan limbah nonB3 tidak memerlukan persetujuan teknis.

Poin lainnya mengatur bahwa limbah non-B3 dilarang melakukan dumping atau pembuangan Limbah non-B3 tanpa persetujuan dari pemerintah pusat; pembakaran secara terbuka atau open burning; pencampuran Limbah non-B3 dengan B3 dan/atau limbah B3; dan penimbunan limbah non-B3 di fasilitas tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.(RA)