JAKARTA – Pencabutan kebijakan larangan ekspor batu bara mulai Rabu, 12 Januari 2022, menandakan Pemerintah tidak mempunyai dasar argumentasi yang kuat dalam membuat keputusan. Akibatnya baru 10 hari kebijakan larangan ekspor itu diberlakukan kini harus dibatalkan.

Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI, menjelaskan sebelum membuat kebijakan strategis harusnya Pemerintah membuat kajian komprehensif agar ketika kebijakan tersebut diberlakukan dapat diterima dengan baik.

“Pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan harus akurat jangan sekedar gertak sambal, yang akhirnya mudah di lobby pengusaha. Faktanya baru 10 hari sejak ditetapkan pelarangan ekspor batu bara ini, kebijakan tersebut sudah dicabut kembali. Ini kan jadi terkesan kebijakan yang mencla-mencle dan tidak berwibawa,” kata Mulyanto, Selasa (11/1).

Mulyanto menegaskan pemerintah seharusnya mengambil kebijakan dengan berbasis data komprehensif baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penyediaan batu bara. Karena berdasarkan fakta di lapangan, yang nakal bukan hanya sebagian pengusaha batu bara yang tidak memenuhi kewajiban DMO dan tetap nekat mengekspor batu bara, tetapi juga manajemen pengadaan batu bara di sisi PLN.

“Jangan sampai ketika pengusaha teriak termasuk juga negara-negara importir batu bara Indonesia, kita baru tergopoh-gopoh merespon dan mencabut pelarangan ekspor tersebut. Kondisi ini jelas akan merusak kewibawaan negara, baik di hadapan pengusaha dalam negeri maupun luar negeri. Kesannya Pemerintah kita mudah diatur dan ditekan,” jelas Mulyanto.

Mulyanto meminta situasi sekarang harus menjadi pelajaran bagi Pemerintah. Dia mengaku heran negara dengan sumber batu bara yang berlimpah justru kesulitan dalam penyediaannya untuk listrik.

Sebelumnya Pemerintah menerbitkan Perpres larangan ekspor batu bara selama satu bulan penuh. Pemerintah minta kepada semua perusahaan batu bara menjual komoditas produksinya ke PLN. (RI)