JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dinilai telah melakukan terobosan serta langkah tepat dengan berinisiatif untuk mengambil peran dalam pensiunkan dini (early retirement) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Skema yang dipilih oleh PT PLN (Persero) adalah menjual asetnya yakni memisahkan aset PLTU untuk dibeli pihak lain. Sementara untuk pembeli bisa siapa saja.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), mengungkapkan program pensiun dini PLTU kali pertama ini sangat masuk akal melibatkan Bukit Asam yang saat ini juga berperan tidak hanya sebagai produsen batu bara tapi juga Independent Power Producer (IPP).

“Dalam skema ini sepertinya yang ditunjuk BUMN kerangka sinergi antar BUMN cukup masuk akal PTBA selain memiliki tambang batu bara saat ini sejumlah PLTU dan menjadi IPP bermitra dengan investor dari luar dan menjual listrik ke PLN jadi sangat tepat skema ini melibatkan PTBA,” kata Fabby kepada Dunia Energi, Kamis (27/10).

Beberapa PLTU yang dioperasikan oleh PLTU Bukit Asam 260 Megawatt (MW) kemudian ada juga PLTU Tanjung Enim 30 MW. Lalu ada PLTU Sumsel 8.

PTBA lanjut Fabby juga tidak akan terlalu terbebani dari sisi keuangannya lantaran ada skema pembiayaan yang sudah disiapkan. Bahkan PTBA nantinya bisa tetap mencetak keuntungan dengan mengakuisisi PLTU.

“Bagi PTBA sebenarnya karena menggunakan blended finance saya kira PTBA tetap dapat untung walaupun rencananya usia PLTU Pelabuhan Ratu masih 20 tahun lagi 9 tahun lebih awal dipensiunkan atau 15 tahun lagi. Selama 15 tahun itu diharapkan PTBA bisa membayar sisa hutang kepada kreditor PLTU Pelabuhan Ratu dan sesudah itu masih bisa dapatkan untung dalam hal ini PLN tetap menjadi pembeli listrik sampai PLTU dipensiunkan,” jelas Fabby.

Cita-cita untuk meninggalkan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listrik mulai menemui titik cerah. Babak baru dalam transisi energi di Indonesia dimulai. PTBA dan PLN secara mengejutkan belum lama ini telah menandatangani principal Framework Agreement dengan PT PLN (Persero).

PTBA dan PLN sepakat untuk melakukan penjajakan dalam rangka pengakhiran lebih awal (early retirement) PLTU Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.

Setelah penandatanganan Principal Framework Agreement ini, PTBA dan PLN akan melakukan proses due dilligence (uji tuntas) untuk progam early retirement PLTU tersebut.

Pengambilalihan PLTU akan menggunakan pendanaan murah dengan skema Energy Transition Mechanism (ETM) yang disusun oleh Kementerian Keuangan. Skema ini merupakan pembiayaan campuran (blended finance) yang melibatkan para investor.

Arsal Ismail, Direktur Utama PTBA, menyatakan manajemen tidak akan terburu dalam memutuskan kelanjutan rencana akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu.

“Ini semuanya masih dalam proses, kami harapkan proses akan memberikan manfaat, apalagi pembiayaan itu yang masih mruah dan itu menggunakan green financing. Itu kita belum tahu nilainya berapa tidak menganggu cashflow perusahaan,” kata Arsal dalam konferensi pers, Kamis (27/10).

Arsal juga menjelaskan, meski perseroan belum mengetahui pasti valuasi dari PLTU Pelabuhan Ratu itu, pihaknya meyakini aksi ini akan memberikan dampak positif bagi perseroan dan PLN.

“Kami juga nanti melihat belended financing yang akan difasilitasi oleh Kementerian BUMN. Ini semua masih dalam proses. Kami harapkan proses yang akami lakukan ini akan memberi manfaat kedua belah pihak,” ujar Arsal.

Pada Kuartal III tahun 2022 PTBA membukukan laba bersih sebesar Rp10,0 triliun, naik 110 % dibanding periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp4,8 triliun.

Pencapaian laba bersih didukung dengan pendapatan sebesar Rp31,1 triliun, meningkat 60 % dibanding periode yang sama tahun lalu.

Total aset perusahaan per 30 September 2022 sebesar Rp41,2 triliun, meningkat 28 % dibanding Kuartal III 2021 yang sebesar Rp32,2 triliun. (RI)