JAKARTA – PT PLN (Persero) secara mengejutkan mampu mencetak laba bersih sepanjang 2018. Berdasarkan laporan keuangan, tahun lalu perseroan membukukan laba bersih sebesar Rp11,6 triliun. Padahal pada kuartal III tahun lalu PLN masih merugi Rp18,48 triliun.

Djoko R Abumanan, Plt Direktur Utama PLN,  mengatakan meski belum sesuai target,  penjualan listrik PLN menjadi salah satu komponen utama kontributor pendapatan dan laba bersih perusahaaan 2019.

“Penjualan naik, semua naik tapi masih belum seperti yang diharapkan di Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 7%, ini hanya sekitar 5%. Tapi tetap masih tetap bukukan laba Rp11,6 triliun laba bersih,” kata Djoko di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Rabu (29/5).

Berdasarkan laporan keuangan PLN realisasi pendapatan usaha perusahaan pada 2018 mencapai Rp 272,8 triliiun terdiri dari penjualan listrik Rp263,4 triliiun, serta penyambungan pelanggan Rp7,3 triliun. Jumlah pendapatan usaha ini meningkat dibanding realisasi 2017 sebesar Rp255,2 triliun.

Peningkatan pendapatan ternyata juga diikuti oleh peningkatan beban usaha. Dari realisasi pada 2017 sebesar Rp275,4 triliun menjadi Rp308,1 triliun.

Djoko mengatakan PLN merespon tingginya beban usaha dengan melakukan efisiensi di berbagai sektor. “Beban naik lah efisiensi tetap terjadi, cuma dibanding revenue masih lebih bagus revenue. Kami efisiensi dimana-mana rada ketat,” ungkapnya.

Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN,  mengatakan salah satu pos efisiensi terbesar adalah berkat ditahannya harga batu bara di angka US$70 per ton.

“Satu penjualan kami naiknya cukup besar, efisiensinya juga bagus sekali. Ada juga dari Domestic Market Obligation (DMO) kan, itu faktor paling besar DMO,” kata Sarwono.

PLN mendapatkan dana subsidi dari pemerintah pada tahun lalu sebesar Rp 48,1 triliun jumlah ini meningkat dibanding subsidi pada 2017 sebesar Rp45,7 triliun. Satu pos pendapatan lain yang mengkatrol kinerja keuangan PLN adalah adanya pendapatan kompensasi sebesar Rp23,1 triliun. Padahal pos pendapatan kompensasi ini belum ada di tahun 2017.

Pos pendapatan kompensasi sendiri dalam laporan keuangan dijelaskan sebagai piutang kompensasi dan merupakan piutang atas kompensasi dari Pemerintah atas penggantian Biaya Pokok Penyediaan (“BPP”) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah di bandingkan BPP, dan belum diperhitungkan dalam subsidi yang diakui sebagai pendapatan atas dasar aktual. Per 31 Desember 2018, piutang kompensasi perusahaan adalah sebesar Rp23,1 triliun.(RI)