JAKARTA— Klaim asumsi kerugian negara Rp14,7 Triliun dari PLTU di sekitar Jakarta yang diungkap CREA dinilai sebagai merupakan agenda setting untuk kepentingan bisnis semata. Bagi awam yang tidak melek penggunaan teknologi satelit. Masih banyak lagi lembaga yang berkedok penelitian, tetapi sebenarnya mereka produsen alat atau software dan ingin produknya dibeli oleh pemerintah Indonesia.
 
“Ya namanya dia (CREA) jualan, pasti memakai agenda setting. Dengan cara mem-publish di media massa tentang dampak polusi udara, maka akan terbentuk citra di masyarakat bahwa seolah-olah kerugian akibat polusi udara itu benar. Padahal bisa saja tidak seperti itu,” kata Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik.
 
Menurut Agus, studi dari CREA yang mengungkapkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di sekitar DKI Jakarta berpotensi merugikan negara US$960 juta (Rp14,7 triliun) per tahun tidak ada dasarnya. Organisasi dinilai CREA terlalu memaksakan bahwa penyebab buruknya cuaca di Jabodetabek karena PLTU. Bahkan berulang kali mereka bicara itu.
 
“Karena kalau PLTU yang disosialisasikan akan menghasilkan bisnis besar di Indonesia, padahal pemerintah dalam Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) sudah mengatakan bahwa penyebab buruknya udara di Jabodetabek adalah karena kendaraan bermotor, bukan PLTU,” katanya.
 
Untuk mengetahui kondisi polusi udara di wilayah Indonesia, papar Agus, khususnya di Jabodetabek, bisa mengakses aplikasi bernama ISPUnet dari KLHK. Melalui aplikasi ISPUnet kita bisa mengetahui kondisi kualitas udara setiap saat.
 
Memang belum sempurna karena di wilayah DKI Jakarta hanya enam titik pemantauan, tetapi ISPUnet sudah dapat diandalkan tanpa perlu harus membeli peralatan atau teknologi impor yang mahal namun belum mendapatkan sertifikat SNI ditambah lagi kandungan TKDN-nya juga rendah. (RA)