JAKARTA- Rencana PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), perusahaan terafiliasi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), refinery subholding PT Pertamina (Persero), membangun fasilitas produksi aromaterapi dan olefin di Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur mendapat respons positif kalangan dunia usaha. Apalagi produk yang dihasilkannya sangat dibutuhkan bagi industri karena menjadi bahan baku obat dan serat sintetis.

“Jika proyek tersebut selesai dan berproduksi ini akan melengkapi dan memperkuat industri petrokimia. PT Chandra Asri Tbk saat ini memproduksi Olefin Center dan petrokimia di Tuban (TPPI) itu akan menjadi aromatic center,” ujar Budi Susanto Sadiman, Direktur Pengembangan Bisnis Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) kepada Dunia Energi, Senin (28/9).

Budi mengatakan, hampir produk olefin dan aromatik diimpor. Produksi yang dihasilkan Chandra Asri pun sedikit dan hanya sampingan. Impor produk olefin dan aromatik berasal dari beberapa sumber, terutama dari Timur Tengah. Sedangkan untuk bahan baku plastik diimpor dari negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

“Petrokimia itu ada tiga cabang, yaitu C1 untuk industri pupuk, olefin untuk plastik, dan aromatik untuk industri serat sintetis, botol PET dan bahan obat. Kalau olefin, kita baru bisa memasok 60% kebutuhan lokal,” ujar Budi.

TPPI berencana mengembangkan Olefin Complex pada lahan seluas 100-200 hektare dengan investasi sekitar Rp50 triliun. Olefin Complex TPPI menjadi salah satu program strategis nasional menindaklanjuti instruksi Presiden RI Joko Widodo, yang mengharapkan proyek dapat selesai dalam waktu tiga tahun.

Adapun tujuan pembangunan TPPI Olefin Complex adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik dan menggerakkan industri hilir. Selain itu juga akan menghemat devisa negara karena selama ini kebutuhan atas olefin masih impor.

Pengembangan Olefin Complex diproyeksikan pada 2021 dan dijadwalkan mulai berproduksi sebelum pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amien berakhir pada Oktober 2024.

Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, dalam siaran pers 13 Januari 2020, menyatakan peluang pasar bisnis petrokimia saat ini sekitar Rp 40-50 triliun per tahun. Selain itu bisnis petrokimia juga mempunyai margin lebih tinggi dibanding BBM.

Nicke menjelaskan, mulai 2020 sesuai RKAP, Pertamina akan meningkatkan produksi aromatik kilang TPPI dari saat ini 46 ribu ton menjadi 55 ribu ton. Dalam jangka panjang, Pertamina juga akan membangun Olefin Center sehingga nantinya TPPI akan memproduksi petrokimia sebesar 700 ribu ton per tahun.

Olefin Center Tuban nantinya bisa memproduksi High Density Polyethylene (HDPE) 700 ribu ton, Low Density Polyethylene (LDPE) 300 ribu ton per tahun dan Polipropilena (PP) 600 ribu ton per tahun.

“Pertamina memiliki kapasitas dan kompetensi untuk meningkatkan daya saing industri petrokimia nasional. Pertamina siap untuk mengurangi ketergantungan impor produk petrokimia melalui pengembangan bisnis petrokimia yang terintegrasi,” ujar Nicke, saat itu.

Tender EPC Disoal

Olefin Complex saat ini memasuki persiapan pengembangan. Hal ini seiring dengan telah ditetapkannya dua peserta tender Olefin Complex oleh panitia. Kedua konsorsium tersebut adalah JO Hyundai Engineering Co Ltd-Saipem SpA-PT Rekayasa Industri-PT Enviromate Technology International, dan Konsorsium Technip-PT Tripatra Engineering-Samsung Engineering. Tender proyek ini sebelumnya diikuti oleh empat konsorsium, yaitu Konsorsium Daelim Industrial-PT Wijaya Karya Tbk-McDermott Indonesia; Konsorsium JO Hyundai Engineering; Konsorsium GS E&C-PT Adhi KaryaTbk-Technimont SpA; dan Konsorsium Technip.

Yusri Usman, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resource Indonesia (CERI), menyoroti kompetensi dan rekam jejak bidder yang lolos proses tender pengembangan proyek olefin TPPI. Dia menilai akan terjadi inefisiensi jika proyek bernilai Rp50 triliun ini digarap oleh pihak yang kurang kompeten.

“Di dokumen prakualifikasi (PQ) disebutkan harus yang berpengalaman dan punya rekam jejak. Lebih bagus Technip, punya lebih banyak rekam jejak,” kata Yusri.

Berdasarkan rekam jejak, menurut Yusri, salah satu bidder yang lolos proses tender, yaitu Hyundai Engineering, diliai rekam jejak yang kurang baik di proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan. Penunjukkan EPC yang tidak memiliki rekam jejak yang baik di kilang RDMP Balikpapan, membuat Pertamina kehilangan kepercayaan dari para investor yang semula berniat untuk menanamkan modal di proyek ini.

“Proses seleksi EPC harus benar-benar transparan dan terjamin mendapatkan EPC dengan penguasaan teknologi, pengalaman dan harga yang terbaik. Pengalaman dan rekam jejak EPC sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan investasi Pertamina di proyek-proyek strategis nasional, yakni Grass Root Refinery (GRR), RDMP dan Olefin plant,” ujarnya.

Yusri berharap pembangunan Olefin Complex di Tuban memperhatikan rekam jejak dan kompetensi para peserta tender. Bila dikerjakan pihak yang kurang kompeten, harga produk petrokimia dinilai tidak akan bersaing dan volume produksi tidak optimal. “Pertamina harus melakukan audit forensik terhadap komunikasi tim tender. Kalau perlu menyewa auditor forensik dari luar negeri yang independen,” katanya.

Basuki Tjahaja Purnama, Komisaris Utama Pertamina, mengatakan Pertamina telah membentuk tim audit khusus yang bertugas mencari tahu penyebab lambannya pembangunan pengembangan kilang melalui proyek Refinery Development Master Plan (RDMP). Menurut dia, sudah banyak perusahaan yang berminat untuk menjadi mitra dalam proyek RDMP. Sayang, hingga kini belum ada keputusan manajemen terkait mitra pembangunan kilang. “Sedang audit juga apa yang terjadi sampai puluhan investor enggak ada yang jadi kerja sama (jadi mitra bangun kilang),” kata Basuki kepada Dunia Energi, Senin (28/9).

Pelaksanaan audit tersebut diawasi secara ketat juga oleh tim khusus yang terdiri atas tim transformasi Pertamina serta dewan komisaris dan komite investasi. “Audit oleh internal audit sedang berjalan dan ada transformer task force di Dekom dengan komite audit dan komite investasi,” ujarnya. (RA/RI)