JAKARTA – Pelaku usaha Bahan Bakar Nabati (BBN), produsen FAME yang menjadi campuran biodiesel 20% atau B20 siap mengklarifikasi sanksi denda yang ditetapkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Denda dikenakan sebagai buntut tidak optimalnya pelaksanaan perluasan program B20 yang dicanangkan pemerintah sejak 1 September 2018.

Paulus Tjakrawan, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi), mengatakan saat ini analisis menyeluruh terhadap kesalahan yang disangkakan kepada para pelaku usaha tengah dilakukan. Butuh waktu sekitar dua pekan untuk mengklarifikasi sanksi yang telah dijatuhkan.

“Sekarang ini masing-masing badan usaha tengah menganalisa terkait temuan Dirjen Migas. Kami akan buat perhitungan sendiri berapa sih mestinya. Nanti kami sampaikan ke Dirjen Migas,” kata Paulus ditemui di Kantor Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Jakarta, Kamis (20/12).

Sebanyak 11 badan usaha atau perusahaan dinyatakan bersalah karena tidak optimal menjalankan program perluasan B20. Pemerintah pun menjatuhkan sanksi berupa denda senilai total sekitar Rp360 miliar. Dari 11 badan usaha dua diantaranya adalah badan usaha BBM, termasuk PT Pertamina (Persero). Sisanya badan usaha BBN.

Menurut Paulus, dalam klarifikasi nanti pelaku usaha akan menjabarkan berbagai masalah yang dihadapi di lapangan, sehingga kurang optimal dalam mendukung program perluasan dan distribusi B20.

Beberapa masalah nonteknis dalam awal pelaksanaan perluasan B20 sempat dihadapi pelaku usaha, seperti faktor cuaca, macet, adanya antrean, bea cukai, hingga masalah di pelabuhan.

Dia mencontohkan kasus yang terjadi di Samarinda, kapal pengangkut sudah berlabuh tapi tidak bisa langsung dilakukan bongkar muat lantaran fasilitas yang belum siap. Kalaupun bisa, tangki berukuran kecil untuk pencampuran mengalami keterlambatan.

“Nanti masing-masing buat analisa. Misalnya ada badan usaha yang sudah sampai ke sana, kapal tidak bisa dibongkar karena sarana dan prasarana belum siap. Hal-hal seperti itu akan dianalisa masing masing badan usaha,” tandas Paulus.(RI)