JAKARTA – Kasus pertambangan batu kapur ilegal di Kalanunggal, Bogor, Jawa Barat, segera masuk ke persidangan. Penyidik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyerahkan berkas perkara dan empat tersangka berinisial IE bin S (45), YY bin HU (40), JN bin U (45) dan HS bin AS (40) beserta barang bukti berupa enam alat berat ekscavator kepada Kejaksaan Negeri Cibinong, pada  2 Desember 2020. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, sebelumnya pada 30 November 2020, menyatakan berkas perkara telah lengkap.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK, mengatakan para pelaku dan pemodal tambang illegal adalah pelaku kejahatan.

“Mereka harus dihukum dan didenda seberat-beratnya. Mereka telah mencari keuntungan dengan merusak lingkungan dan kawasan hutan, mengancam kehidupan dan keselamatan masyarakat. Apabila tambang illegal ini tidak dihentikan masyarakat akan terus menderita dan merugikan negara,” ujar Rasio Ridho, Senin (7/12).

Dia menjelaskan KLHK akan terus menindaklanjuti laporan masyarakat dan menindak kejahatan lingkungan dan kehutanan. Pelaku apalagi pemodal akan dihukum seberat-beratnya, karena kejahatan lingkungan dan kehutanan adalah kejahatan luar biasa.

“Kami sudah melakukan lebih dari 1.400 operasi penindakan pemulihan lingkungan dan kawasan,” kata Rasio Sani.

Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, mengatakan pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan termasuk kegiatan pertambangan ilegal harus ditindak tegas. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan kegiatan ini sangat masif, merugikan masyarakat sekitar.

“Diharapkan penegakan hukum di kawasan ini, akan menimbulkan efek jera terhadap pelaku lainnya serta dapat menghidupkan kembali kawasan wisata bentangan alam karst dan tentunya ekonomi masyarakat sekitar,” ujar Yazid.

Yazid mengungkap, keempat pemilik dan penyewa alat berat ekscavator dijerat dengan Pasal 89 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Jo. Pasal 17 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

Kasus ini berawal dari pengaduan masyarakat terkait pertambangan ilegal di kawasan Hutan Produksi Gunung Karang yang dahulunya merupakan daerah kunjungan wisata Gua Lalai. Maraknya kegiatan galian batu kapur, obyek wisata Gua Lalai menjadi rusak dan sepi pengunjung.

Menindaklanjuti hal itu, Tim Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum Kementerian LHK bersama-sama dengan Bareskrim Polri, Brimob Polda Jabar, dan Denpom III/1 Bogor, 30–31 Agustus 2020, melalui operasi gabungan menyegel lahan seluas 263 hektare dan mengamankan barang bukti berupa 14 ekskavator dan 4 dump truck.

“Mereka membawa alat berat yang digunakan untuk kegiatan pertambangan tanpa izin di kawasan Hutan Produksi Gunung Karang, Desa Klapanuggal, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Per harinya mereka mengambil batu kapur 10-30 truk. Harga per truk 180.000 Rupiah dan untuk pengambilan batu kapur dengan jumlah besar harganya 230.000 Rupiah per truk,” ungkap Yazid.

Perhutani sebagai pengelola kawasan telah berupaya menghentikan penambangan ilegal itu dengan memasang plang larangan, patroli rutin, memberikan surat peringatan dan memberitahukan bahwa kegiatan tersebut illegal. Namun hal itu tetap tidak ditanggapi oleh mereka.

“Penyidik Kementerian LHK akan mengembangkan penyidikan ini terkait dengan tindak pidana berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tandas Yazid.(RA)