JAKARTA – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan evaluasi untuk penyesuaian harga patokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri.

Sunindyo Suryo Herdadi, Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM, menyatakan Ditjen Minerab dan para stakeholder saat ini tengah intens mengkaji adanya perubahan terhadap harga patokan batu bara untuk dalam negeri khususnya pembangkit listrik.

“Memang saat ini belum bisa kami publish secara detail seperti apa nanti hasilnya tentunya kita akan segera infokan apabila ada hasil khususnya yang terkait dengan untuk pemenuhan kebutuhan listrik umum ini,” kata Sunindyo, Selasa (21/12).

Pemerintah kata Sunindyo sedang mempelajari dan melihat dinamika dari kepatuhan perusahaan untuk memenuhi Domestic Market Obligation (DMO), dimana saat ini yang jadi prioritas DMO untuk kebutuhan pembangkit listrik.

“Tentunya kalau secara formula kita masih tetap gunakan yang empat index tadi cuma memang sekarang kita sedang melakukan evaluasi terhadap capping harga $70 per ton. Nanti untuk detail seperti apa, tentunya kan kita melihat perkembangan kepatuhan para wajib DMO kepada PLN,” jelas dia.

Muhammad Wafid, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu bara, menjelaskan bahwa pemerintah tidak diam dan terus melakukan evaluasi terhadap kebijakan harga tidak hanya khusus batu bara untuk pembangkit tapi juga untuk kebutuhan industri pupuk dan semen yang baru juga menikmati harga khusus.

Menurut Wafid evaluasi secara terus menerus dilakukan sehingga apa yang menjadi kewajiban perusahaan maupun pemerintah sendiri didalam pelayanan langsung kepada masyarakat yang tentu saja itu berhubungan dengan subsidi secara keseluruhan untuk masyarakat itu bisa dilakukan dengan berimbang.

“Artinya bahwa perusahaan juga harus memberikan kewajibannya, tapi pelayanan pemerintah kepada masyarakat juga dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga yg tadi batubara untuk PLN atau pembangkit itu dicaping US$70 per ton maupun semen dan pupuk yang di capping US$90 per ton itu akan terus dilakukan kajian,” kata Wafid. (RI)