JAKARTA – Kementerian Perdagangan  (Kemendag) mengungkapkan sebanyak 14,3 juta stand meter yang berada di tiap rumah sudah habis masa teranya. Kondisi kadaluarsa itu membuat pencatatan pemakaian daya rumah tangga tidak presisi. Hal ini tentu menjadi sebuah kenyataan yang mencengangkan di tengah  kondisi masyarakat yang terus merasa dirugikan PT PLN (Persero) akibat lonjakan tagihan listrik.

Rusmin Amin, Direktur Metrologi Kementerian Perdagangan, mengatakan sudah melayangkan surat ke Kementerian BUMN untuk menjadi perhatian dalam kondisi saat ini. “Sebanyak14 juta kWh meter pelanggan habis masa teranya, harus dicarikan solusinya. Kami sudah bersurat ke Menteri BUMN,” kata Rusmin dalam diskusi virtual di Jakarta, Senin (15/6).

Data Kementerian Perdagangan menyebutkan sejak 2017 jumlah meter kWh yang belum ditera ulang terus bertamah. Pada 2017 ada 12 juta meteran, bertambah menjadi 13,2 juta dan tahun lalu ada 14,3 juta meter kWh yang belum ditera ulang. Kemendag memperkirakan jumlah stand meter kWh yang belum ditera ulang akan bertambah lagi tahun ini menjadi 15,6 juta.

Rusmin mengungkapkan pernah melakukan uji sampling stand meter di wilayah Jawa Barat dan Banten pada 2011 silam. Hasil dari uji coba tersebut menunjukkan, baik PLN maupun masyarakat sebagai pelanggan listrik dapat dirugikan.

Kementerian Perdagangan menguji sebanyak 1.278 unit stand meter yang berumur lebih dari 10 tahun. Dari jumlah tersebut sekitar 62% atau sebanyak 792 unit stand meter tidak lolos uji. Kemudian sebanyak 349 unit stand meter merugikan PLN serta sebanyak 266 unit merugikan masyarakat lantaran pencatatan tidak presisi. “Losses PLN rata-rata 17,46% dan konsumen merugi 15,84%,” tukas Rusmin.

Stand meter ada dua jenis yakni elektronik dan mekanik yang masing-masing berbeda masa tera. Untuk stand meter elektronik yang biasa dipakai pelanggan pra bayar dengan masa tera selama 15 tahun. Sementara stand meter mekanik yang dipakai pelanggan paska bayar dengan masa tera 10 tahun.

Rusmin menegaskan stand meter merupakan milik PLN dan ada ketentuan yang menegaskan larangan pemakaian alat ukur yang tidak bertanda tera secara sah. “Tidak boleh menggunakan alat ukur yang tidak menggunakan tera sah. Alat meter di rumah itu menjadi alat ukur transaksi,” kata dia.

Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, mengakui ada stand meter yang sudah kadaluarsa masa teranya. Namun langkah PLN bukan melakukan tera ulang melainkan dengan mengganti stand meter.

Keterbatasan anggaran kata Bob membuat proses pergantian meteran mau tidak mau dilakukan secara bertahap. “Kami prefer ganti secara bertahap karena terbatas alokasi investasi untuk meter ini,” kata Bob.

Bob menegaskan membengkaknya tagihan listrik pada rekening Juni 2020 disebabkan lonjakan pemakaian listrik masyarakat selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak Maret. PLN tidak melakukan pencatatan meter, sehingga tagihan April menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya. Kemudian, pada  April baru 47% petugas PLN melakukan pencatatan meter untuk tagihan bulan Mei akibat kebijakan PSBB masih diberlakukan di beberapa daerah.

Pada Mei 2020, hampir 100% dari pelanggan didatangi petugas untuk mencatat meter untuk rekening Juni. Sehingga tagihan rekening Juni merupakan tagihan riil ditambah dengan selisih pemakaian bulan sebelumnya, yang dicatat menggunakan rata-rata tiga bulan sebelumnya.

“Penggunaan rata-rata tiga bulan, tidak lain adalah untuk mencegah penyebaran Covid-19. Penggunaan rata-rata tiga bulan ini juga menjadi standar pencatatan di seluruh dunia ketika petugas tidak dapat melakukan pencatatan meter,” kata Bob.(RI)