JAKARTA – Mencapai target netral karbon Indonesia di tahun 2060 atau lebih cepat perlu kebijakan dan strategi yang jelas, termasuk di sektor energi sebagai salah satu sektor penghasil emisi terbesar di Indonesia. Paket kebijakan dekarbonisasi sektor energi tersebut sedang dipersiapkan oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan transisi energi yang berjalan secara mulus dan berkeadilan.

Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN Bappenas, menyampaikan bahwa terdapat beberapa strategi yang telah disiapkan untuk merealisasikan pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim, di antaranya pengembangan energi
berkelanjutan, pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular, dan pengembangan industri hijau. Ia menjelaskan bahwa ada tiga hal penting dalam mewujudkan transisi energi yakni komitmen
politik (political will), basis hukum yang kuat, dan strategi yang komprehensif.
“Komitmen politik sudah didapatkan, strategi yang baik sudah dituangkan yang terdapat pada RPJMN untuk bertransformasi menuju energi hijau, sementara dasar hukum yang kuat sudah disiapkan melalui RUU EBT,” ujar Arifin pada hari kedua Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 yang diselenggarakan oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for
Essential Services Reform (IESR), Selasa (21/9).

Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR RI mengatakan RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) akan disahkan pada tahun 2021.
“Masa energi terbarukan sudah menjadi suatu keharusan. Dalam RUU EBT ada semacam insentif pengembangan EBT dan disinsentif bagi pengembangan energi yang masih menyumbang karbon
terbesar,” ujarnya.

Mengenai pendanaan yang diperlukan untuk mewujudkan netral karbon dengan energi terbarukan yang cenderung tinggi, Febrio N Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, membandingkan bahwa setidaknya butuh Rp3500 triliun untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC) di tahun 2030.

“APBN kita hanya 40% dari kebutuhan itu maka jelas ini harus melibatkan pemda, swasta, dan dukungan internasional,” ujarnya

Mengatasi hal tersebut, Febrio mengungkapkan bahwa pemerintah sudah menyiapkan instrumen
keuangan green sukuk (Green Bond) dengan bunga rendah yang direspon baik oleh pasar global.
Kementerian Keuangan pun saat ini juga sedang melakukan harmonisasi perpajakan agar selaras dengan prinsip pengurangan emisi karbon.
“Jadi kita butuh mekanisme pasar karbon untuk menghubungkan sektor yang belum net zero emission dengan yang sudah net zero emission,” kata Febrio.(RA)