JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat penggunaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia baru mencapai 6,8 persen. Tingginya risiko usaha di sektor tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya minat pelaku usaha untuk masuk.

“Penggunaannya masih kecil, padahal potensinya sangat besar. Inilah tantangan kita di masa depan. Energi fosil mungkin akan sangat terbatas dengan perkiraan di tahun 2025. Sumber energi biogas dan limbah bisa menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan,” kata Donny Yoesgiantoro, Ketua Komite Tetap Kadin Bidang Lingkungan dan Pengelolaan Limbah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/3).

Salah satu komitmen yang diminta untuk diimplementasikan adalah pemerintah harus berani untuk melakukan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) dan beralih pada subsidi untuk energi baru terbarukan.

“Pengembangan biogas dan limbah skala mikro untuk energi akan tumbuh lebih cepat, jika pemerintah memberikan dukungan untuk membiayai riset dan pengembangannya,” katanya.

Untuk mempercepat pembangunan dan investasi di sektor energi terbarukan, para investor mengharapkan adanya insentif yang menarik serta peraturan yang mendukung untuk investasi,

Menurut Donny, disamping masalah keuangan, ada banyak tantangan lainnya, seperti kesulitan dalam pengadaan lahan, proses perizinan, tata ruang yang tumpang tindih hingga data dan informasi yang terbatas.

“Masalah-masalah seperti ini yang menyulitkan pembangunan energi terbarukan di Indonesia, walaupun sebenarnya semua pihak telah memiliki tujuan dan orientasi yang jelas bagi pengembangan energi di masa depan,” tandasnya.(RI)